Orang-orang yang riuh rendah itu adalah pemirsa generasi analog yang hanya akan dan sedang mendapat bonus ketajaman gambar, audio lebih jernih dari migrasi format penyiaran analog ke digital, sementara kontennya tidak pernah berubah.
Mereka adalah generasi analog, generasi yang lahir paling cepat di tahun 1980 an dan seterusnya. Entah mereka masuk di generasi X atau bukan, yang jelas tidak diterima di generasi Y dan Z yang masih asyik nonton drakor (drama korea) dengan gadgetnya, tidak peduli dengan apa itu STB, dan migrasi analog ke televisi digital.
Bagi pemirsa dari generasi analog, peningkatan manfaat dari migrasi itu ada pada kualitas gambar dan suara. Bagi pemilik stasiun televisi, apalagi grup, space periklanan semakin luas. Sebab satu spektrum frekuensi radio dalam format analog, konon dapat diisi dengan 12 channel televisi atau lazim disebut multiplexing (MUX). Pada akhirnya pemirsa yang mungkin akan semakin menuju kepunahan, semakin diterpa iklan di manapun dia memilih channel yang semakin melimpah.
Piala Dunia menuju senjakala, dua tim terbaik dan terberuntung tersisa. Pasca Pildun (kata generasi digital), masihkan Bapak, Pakdhe, Paklik, dan Lik Karyo, bakul cilok yang mangkal di perempatan kampung itu, rebutan STB dan muter2 antena ke sana ke mari? Oh ya, ada nggak ya, yang cari stasiun TV siaran Islam yang moderat?
Wallahu a’lam bi al shawab.
oleh : Muhamad Fahrudin Yusuf
Dosen KPI UIN Salatiga, Pengurus Lakpesdam PCNU Kota Salatiga
Editor : Muhammad Andi Setiawan