Namun keinginan Adisutjipto untuk menjadi seorang penerbang tidaklah pupus, dia mencari akal untuk membujuk ayahnya agar mengijinkannya masuk sekolah penerbangan. Adisutjipto menuliskan surat kepada Resident Semarang serta Assistant Resident di Salatiga agar mengupayakan perijinan kepada ayahnya untuk belajar di sekolah penerbangan. Cara tersebut ternyata berhasil, melalui surat yang dikirim ke Roewidadarmo Adisutjipto memperoleh restu dan perijinan untuk belajar penerbangan.
Adisutjipto pun mencoba untuk kembali mendaftar di sekolah penerbangan, seperti kesempatan pertama, pendaftaran kedua ini pun Adisutjipto berhasil lulus seleksi dan diterima kembali. Karena karakternya yang cerdas dan terampil Adisutjipto dapat menyelesaikan studinya dengan hasil yang memuaskan hanya dalam waktu dua tahun saja.
Setelah kelulusannya tahun 1939, Adisutjipto ditempatkan dalam skwadron pengintai dan diangkat Ajudan Pejabat Angkatan Udara KNIL Jawa Kapitein (kolonel) Clason. Tak ayal hampir semua rekannya adalah orang-orang Belanda, karena penempata tersebut Adisutjipto berpindah tempat tinggal dari Salatiga ke Yogyakarta.
Adisutjipto juga pernah bekerja di perusahaan bus ESTO, hal tersebut terjadi Ketika Jepang masuk ke Indonesia dan angkatan udara Belanda di bubarkan .
Setelah kemerdekaan Bangsa Indonesia diraih, berbekal ilmu dan pengalamannya Adisutjipto berdedikasi untuk membangun kekuatan udara Indonesia Bersama Soeryadarma. Hasilnya Adisutjipto menjadi tokoh Indonesia pertama yang menerbangkan pesawat berlambang merah-putih pada tanggal 27 oktober 1945 di Pangkalan Udara Maguwo.
Editor : Muhammad Andi Setiawan