SALATIGA,iNewsSalatiga.id - Pagi ini, Tim iNews Salatiga berkesempatan untuk duduk berbincang bersama dengan Prof. Dr. H. Miftahuddin, M.Ag., sosok yang baru-baru ini diangkat sebagai Guru Besar dalam bidang studi Islam, melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas. Di temani segelas kopi dan kicau suara burung, Prof. Miftah, sapaan akrabnya, mulai berbagai kisah perjalanan hidupnya.
Prof. Miftah melihat matahari pertama kali di Desa Karangtengah, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang pada tahun 1970. Terlahir dari pasangan H. Ahmad Ismun dan Hj. Khaeriyah, guru ngaji di Desa tersebut. Perjalanan pendidikannya dimulai di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Rasa dahaga terhadap ilmu, mendorongnya untuk terus menapaki tangga keilmuan, yaitu dengan melanjutkan jenjang pendidikan Magister dalam bidang Pemikiran Pendidikan Islam pada tahun 2000, dan mencapai puncaknya dengan meraih gelar Doktor bidang Islamic Studies pada tahun 2014 di almamater yang sama. Bagi Prof. Miftah, ilmu merupakan jembatan menuju kemajuan peradaban dan kemanusiaan, hal inilah yang mendorongnya untuk terus belajar dan menjadi pembelajar.
Selain menempuh pendidikan formal, Prof. Miftah juga pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Arribatunnajah dan Pondok Pesantren Edi Mancoro, Gedangan, Kabupaten Semarang, sebuah tempat dimana Beliau mendalami nilai-nilai keislaman moderat yang menjadi pondasi kuat dalam hidupnya.
Selama di Pondok Pesantren Edi Mancoro, Prof. Miftah merupakan salah seorang santri kinasih dari KH. Mahfud Ridwan. Seorang Kyai sekaligus sahabat karib Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) dan Gus Mus (KH. Mustofa Bisri) yang pernah bersama-sama menimba ilmu di Baghdad, Iraq. Dari sini kita dapat memahami bahwa Prof. Miftah bukan hanya seorang pembelajar di lingkungan kampus, tetapi juga santri tulen.
Editor : Muhammad Andi Setiawan