Haji furoda dengan segala keistimewaannya faktanya belum sepenuhnya menghadirkan kepastian dan jaminan pelayanan kepada jamaah. Malah, jamaah yang mestinya ingin khusyuk beribadah justru kadang dihadapkan situasi yang terpuruk.
Di sisi lain, untuk membentengi praktik yang merugikan masyarakat ini, Undang-Undang No 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah telah menegaskan bahwa jamaah yang berangkat dengan visa furoda ini harus melalui jalur resmi, yakni PIHK.
Namun meski mereka terdaftar resmi, faktanya, tak sedikit PIHK yang kucing-kucingan melakukan pelanggaran. Bahkan ada yang bermain dengan menjual visa palsu seperti kunjungan (ziyarah) dan kerja (ummal). Tentu masyarakat sangat dirugikan.
Penyelenggaraan haji furoda yang tampak acakadut inipun saatnya ditata agar jamaah mendapat pembinaan, pelayanan sekaligus perlindungan sebagaimana amanat UU No 8/2019. Meski seolah sulit tersentuh seperti soal kuota/visa yang otoritatif dari Kerajaan Arab Saudi, namun selalu ada ruang untuk dikomunikasikan. Lebih-lebih, Saudi hari ini tengah membangun peradaban baru dunia yang makin terbuka.
Editor : Muhammad Andi Setiawan