Ketika di sekolah, Asya melihat banyak anak memakai liontin suci di leher dan bertanya kepada ibunya tentang hal itu. Kemudian sang ibu melakukan upacara agama kepadanya, dan Asya mulai mendalami agama tersebut.
"Saya memulai perjalanan saya sebagai seorang non-Muslim dengan semangat dan antusiasme yang besar. Tetapi ketika pergi, saya tidak dapat menemukan jawaban atas banyak pertanyaan yang menghantui pikiran saya. Saya tidak dapat memahami perlunya menyembah berhala orang suci dan pendeta untuk terhubung dengan Tuhan," jelasnya.
Dia berpikir mengapa perlu melakukan ritual ini dan itu untuk berbicara dengan Tuhan. "Tidak bisakah saya terhubung langsung dengan-Nya dengan damai? Ketika saya beralih ke dunia modern, saya makin tersesat, karena saya melihat tidak ada sistem nilai, tidak ada ketulusan dan kepercayaan," tuturnya.
Tidak tahu harus pergi ke mana, Asya memutuskan mencari bantuan dari seorang pemuka agama. Dia menasihatinya untuk menjadi seorang pemuka agama juga dan meninggalkan dunia.
"Ketika itu pemuka agama meminta saya untuk mengadopsi monastisisme dan meninggalkan pengejaran duniawi dan mengabdikan diri sepenuhnya pada pekerjaan spiritual. Namun sesuatu di dalam diri saya memberontak. Saya merasa bahwa itu bukanlah cara yang Tuhan inginkan," katanya.
Editor : Muhammad Andi Setiawan