Untuk membungkus sekitar 400 nasi boks atau satu penumpang pesawat, butuh waktu maksimal 30 menit. “Karena saya dibantu 38 pegawai yang bekerja dalam dua shift ditambah enam orang di gudang,” jelas alumnus Universitas Islam Bandung (Unisba) ini.
Sesuai kesepakatan dengan Kemenag, menu makan bagi jamaah wajib bercita rasa nusantara. Dengan kebutuhan inilah, Fahad pun merekrut sembilan koki (chef) khusus asal Indonesia. Tak hanya itu, mayoritas pegawainya juga dari Indonesia, sebagian lain dari Pakistan, Saudi dan negara lain.
Soal bahan baku, Fahad yang lahir di Surabaya ini mengakui tak semua bisa dipasok dari Indonesia. Selain waktu pengadaan yang sangat mepet, kesulitan lainnya adalah persaingan harga yang cukup ketat. Namun, khusus sambal dan puding, memang bisa asli buatan Indonesia. Tantangan lain Fahad adalah biaya sewa dapur seluas 85 meter persegi di arena bandara yang sangat tinggi. Namun pengalamannya terjun melayani katering jamaah haji sejak 2017 membuatnya terus melaju ketika mendapatkan order makan bagi 100.051 orang tahun ini.
Guna memastikan kualitas makanan buatannya, tim dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daerah Kerja Bandara juga rutin melakukan pengecekan. Bahkan jelang jamaah perdana gelombang kedua tiba, Minggu (19/6) dini hari, Ketua PPIH Arsad Hidayat mendadak melihat dapur Golden Guest yang lokasinya di antara zona B dan C Terminal Haji.
Editor : Muhammad Andi Setiawan