Dukungan teknologi tersebut ikut mendorong berlipatnya kapasitas para pengampu kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi dalam menggalang dan memproyeksikan kekuatan. Dalam politik, perlombaan untuk menjangkau dan menggalang basis dukungan seluas-luasnya semakin “meraksasa”.
Karena jangkauan sasarannya luas, diperlukan bingkai koonsolidasi yang luas pula, dan itu didapati atau dibangun dalam wujud identitas-identitas, baik primordial etnis dan agama maupun buatan, seperti ideologi-ideologi sekuler dan kesertaan dalam kelompok-kelompok yang dilembagakan, yakni partai politik dan atau kategori haluan (kiri-kanan). Polarisasi politik dengan cepat menjelma gejala global. Sedangkan nalar identitas itu sendiri menjadikan pertarungan semakin bercorak kesuku-sukuan (tribal), yakni semakin tidak rasional, tanpa kompromi dan ganas.
Agama pada gilirannya menjadi basis identitas politik yang menonjol dalam percaturan tersebut. Dorongan kearah konflik dipertajam oleh kegetiran sejarah berabad-abad, yaitu sepanjang masa pra-modern, ketika negara, kekuasaan dan agama hadir dalam satu paket dalam pertarungan politik dan militer tanpa jeda. Ini adalah warisan sejarah yang terus menghantui dunia dan semakin menakutkan.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi global mengalami perlambatan. Jelas dalam hal ini kekacauan politik dan perang yang tak kunjung reda di berbagai kawasan merupakan faktor yang signifikan. Sedangkan perlambatan pertuumbuhan itu sendiri akan mengganggu keseimbangan antara pasokan (suppaly) dan permintaan (demend), yang pada gilirannya memperuncing persaingan ekonomi hingga terproyeksi ke dalam pertarungan politik pula. Ini semua manjadi jalinan silang-susup yang membentuk lingkaran setan.
Editor : Muhammad Andi Setiawan