“Problem serius perpolitikan nasional adalah banyaknya bandit dalam sistem demokrasi modern. Sistemnya memang modern, tetapi perilaku yang muncul adalah perilaku bandit. Sebagaimana dikatakan Mancur Olson, dalam sejarah transisi kekuasaan/pemerintahan terjadi evolusi sejak era anarkhi, lalu ke tirani dan pada sistem demokrasi dan rule of law,” ungkapnya.
Dr Diana Suhardiman mengatakan praktek korupsi yang melembaga di Indonesia bertumpu pada berbagai jenis hubungan sosial dan proses pertukaran barang dan jasa.
Dia menjelaskan kepala proyek memainkan peranan yang cukup penting dalam praktek korupsi yang melembaga berkaitan dengan fungsi dan tanggung jawabnya dalam penggunaan dana proyek. Proses seleksi kepala proyek akan dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan dan kebersediaan dari future-to-be kepala proyek untuk menjadi service point untuk upeti delivery
“Sistem upeti berhasil mengalahkan wacana publik anti korupsi karena praktek korupsi yang melembaga disini bukan saja berlandaskan politik namun juga tertanam di dalam budaya dan kinerja birokrasi. Diperlukan adanya pendekatan kritis terhadap korupsi menuju pembentukan strategi anti korupsi yang lebih berlandaskan politik dan budaya,” ungkapnya.
Ward Barenschot menjelaskan tingkat korupsi terjadi begitu tinggi di Indonesia. Salah satu bukti adalah adanya “serangan fajar” pada pemilu sudah sangat umum terjadi. Terjadi “vote buying” dalam politik pemilu.
Posisi bote buying di Indonesia berada pada posisi ke 3 dunia paling tinggi.
Karena itu dia menegaskan harus ditemukan cara untuk mengurangi tingkat korupsi (money politik) di Indonesia. Jika terus terjadi vote buying, maka hal tersebut akan berbahaya untuk perkembangan demokrasi di Indonesia.
Dia melihat korupsi yang terjadi di Indonesia dari analisa sebab dapat dilihat pada beberapa hal. Yakni karena oknum, budaya personal yang buruk, dan sistem buruk membuka peluang korupsi.
“Terdapat jebakan informalitas (informality trap) pada birokrasi. Politisi, birokrat semua ingin berperilaku berbeda, tetapi mereka menghadapi insentif negatif yang memaksa mereka untuk berkontribusi pada pemerintahan yang buruk. Politisi merusak tata pemrintahan. Kampanye pemilu yang sangat mahal memaksa politisi berbuat korup dan mesupport bantuan kepada aturan-aturan kepada donor kampanye,” ujarnya.
Editor : Muhammad Andi Setiawan