Ketika Menteri Agama menanyakan dan memberi perumpamaan kepada audien di depannya tentang gangguan kehidupan di komplek dengan tetangga yang memelihara anjing, penulis berita yang mendengar perumpamaan tersebut langsung melakukan framing bahwa Menteri Agama membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing, atau dalam berita-berita yang disebar setelahnya juga ada redaksi yang menyatakan Menteri Agama menyamakan azan dengan suara anjing. Nauzubillah.
Ada kecacatan logika yang mengemuka dalam tuduhan dan klaim keji tersebut. Pertama, apapun judulnya apakah itu menggunakan kata “perbandingan” atau “persamaan”, maka objek yang dibandingkan atau disamakan membutuh objek lain yang seimbang. Dalam istilah Bahasa Inggris biasa disebut apple to apple. Tentu saja tidak ada celah apapun untuk perbandingan yang setara antara azan dan suara anjing.
Tidak juga dalam kalimat-kalimat yang diutarakan Menteri Agama saat kita mendengar rekamannya dengan seksama. Menteri Agama diminta memberikan keterangan tentang menertibkan dan mengatur volume suara azan demi menambah manfaat bagi tata laksana ibadah. Sementara suara anjing dan volumenya tentu saja tidak bisa diatur oleh satu edaran pun. Itu ada dalam konteks ketika beliau berbicara perumpamaan kehidupan dalam sebuah komplek.
Dari tidak seimbangnya objek yang dituduh dibandingkan atau disamakan saja sudah terlihat ada sesat pikir (logical fallacy) dari mereka yang mencoba mengambil keuntungan atas kegaduhan dan sikap reaksioner yang sudah bisa diprediksi muncul dengan framing tersebut.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait