Dari Sabang sampai Maluku, dari Pulau Rote hingga Miangas, kaum muslimin yang dipimpin para ulama mengangkat senjata melawan tindakan semena-mena dari penjajah barat. Perlawanan dan perjuangan Kaum Muslimin yang melawan penjajah Portugis antara lain : Pati Unus dari Demak (1513); Panglima Fatahillah dari Kerajaan Jayakarta (1526-1527); Sultan Baabullah dari Kerajaan Ternate (1575); dan Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh (1607-1636). Sedangkan perjuangan para ulama dan Kaum Muslimin yang berhadap-hadapan dengan Belanda antara lain : Tuanku Imam Bonjol dari Sumatera Barat, Cut Nyak Dhin dari Aceh, Sultan Hasanuddin dari Sulawesi Selatan, Pattimura (Mat Lussy) dari Kerajaan Islam Sahulau Seram, Pangeran Diponegoro dari Yogyakarta, Teuku Umar dari Aceh, Pangeran Antasari dari Banjar dan lain-lain.
Perlawanan para ulama dan Kaum Muslimin terhadap para penjajah di Nusantara merupakan realisasi dari perintah Allah SWT yang berbunyi :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ ۚ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Al Anfaal : 39).
Kemerdekaan Republik Indonesia yang bertepatan dengan datangnya bulan bulan Ramadhan merupakan hikmah yang sangat dalam bagi Kaum muslimin, bahwa sesungguhnya kemerdekaan Indonesia tidak bisa lepas dari perjuangan para ulama dan kaum muslimin melawan para penjajah. Atas dasar perintah agama mereka merasa memiliki kewajiban untuk membela dan mempertahankan tanah air yang tercinta dengan melakukan jihad fi sabilillah. Itulah sebabnya Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol memberi nama Perang Sabil dalam perjuangannya melawan penjajah. Sedangkan di Aceh dikenal dengan nama perang Sabe, yang semuanya bermakna jihad fi sabilillah membela dan mempertahankan Negara melawan penjajah.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait