Sekali lagi, perselingkuhan bukan trend yang di wajarkan, bahkan yang dijadikan selingkuhan merasa bangga dan tidak merasa bersalah, sebab perslingkuhan bisa dipidanakan sebagaimana pasal 284 ayat (1) KUHP “suami istri yang terbukti melakukan perselingkuhan, salah satu yang dirugikan dapat melaporkan pasangannya tersebut melalui kepolisian”. Sehingga suami/istri sah dapat menggunakan pasal tersebut, yang harus ditekankan ialah segala bentuk pengkhianatan dan kecurangan diluar pasangan sah adalah salah.
Adanya perselingkuhan, muncul dari faktor internal ataupun eksternal dalam berpasangan. Jika dilihat dari faktor internal, pertama pelaku perselingkuhan memiliki keimanan yang lemah dan kurangnya ilmu pengetahuan agama. Tidak menjadi jaminan pasti bahwa orang yang paham agama bahkan menduduki posisi sebagai pemuka agama lepas dari perselingkuhan, akan tetapi faktor keimanan lemah memiliki potensi lebih untuk melakukan perselingkuhan.
Kedua, munculnya rasa bosan dan kurang kuatnya komitmen pernikahan. Sementara bosan adalah hal yang wajar dirasakan dalam menjalin hubungan, namun adanya komitmen kuat tentu tidak akan mendorong pelarian kepada perselingkuhan. Dan ketiga, merasa bahwa pasangan tidak sesuai harapan dan berkurangmya rasa cinta terhadap pasangan. Faktor ketiga ini muncul juga berkesinambungan dengan faktor-faktor sebelumnya.
Pernikahan adalah ibadah panjang dari segi waktu untuk menjalani segala ujian dan nikmat kehidupan bersama pasangan. Cinta dan kasih yang seharusnya terus bermekaran ditengah pasangan suami istri bisa pudar seiring berjalannya waktu dan ujian rumah tangga yang dihadapi.
Selain faktor internal diatas, pelaku perselingkuhan juga mendapat dorongan dari luar yang disebut dengan faktor eksternal saat terjerumus dalam perselingkuhan. Diantaranya, godaan laki-laki atau perempuan lain, seperti doktrin yang menebar bahwa ‘rumput tetangga lebih hijau’ membentuk mindset bosan terhadap pasangan dan melihat orang lain jauh lebih baik dari pasangan yang dimiliki. Pasangan yang sering menghabiskan waktu bersama partner atau rekan kerja juga mempengaruhi, karena intensitas dengan pasangan lebih kurang dan pasangan berfikir bahwa kepentingan orang lain lebih diutamakan.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait