Selama ini, masyarakat Indonesia menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang jelas-jelas bias Barat, tegasnya bias Belanda. Nilai-nilai yang dianut, tentu nilai mereka pula. Sementara sebagai masyarakat beragama, mereka juga punya kewajiban terhadap agamanya. Pada akhirnya beban ganda akan diusung oleh seluruh elemen masyarakat beragama di Indonesia yang mengakui enam (6) agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME).
Pertanyaanya, kapan kita menghadirkan Tuhan YME dalam konteks perzinaan, sementara umat-Nya selalu mengajukan alibi kemanusiaan dengan dalih ham asasi manusia (HAM) saja? Setelah selama ini hanya menempatkan perzinaan ke dalam ketidakpatuhan etis terhadap norma sosial dan budaya, bahkan tanpa sanksi sosial dan budaya.
Jika semua manusia menjadi Tuhan, tentu mereka akan bersikap sama dengan-Nya. Salah satu sifat ketuhanan yang kita ketahui adalah, Tuhan adalah Dzat yang Maha Pencemburu. Cemburu di sini diartikan bahwa bila perintah dan larangan-Nya tidak dilakukan dan jauhi, tentu akan murka. Lalu manusia mana yang tidak punya rasa cemburu, kecuali telah kehilangan akal sehatnya.
Bila argumen yang dibangun adalah selama ada rasa suka sama suka, setidaknya ada argumen penting pula yang dapat dibangun.
Pertama, sebagai masyarakat beragama, dalam hal ini Islam sebagai contoh, tentu mengakui hak prerogatif Tuhan. Dalam kajian yurisprodensi Islam (fiqh) misalnya, pasal zina adalah hak mutlakTuhan (haqqullah mahdzah). Meski dalam pasal KUHP terbaru itu pula dijelaskan harus ada laporan (delik aduan) dari suami, istri atau keluarga, justru pasal itu sejalan dengan konsekuensi dari hak mutlak Tuhan yang mengatur privasi seseorang.
Bahwa jika delik aduan terkait dengan haqqullah mahdzah, seperti perzinaan, lebih baik untuk tidak dilaporkan dan tidak diketahui secara publik. Sebab hak mutlak Tuhan (haqqullah mahdzah) hanya terkait secara personal antara seorang hamba dengan Tuhannya, bukan karena alibi lain, seperti antara suka sama suka. Ketika dua orang bukan suami istri berzina, berarti mereka berkhianat, melanggar hak Penciptanya, dan punishment-nya telah jelas diatur secara agama (Islam).
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait