Hidayah keislaman merupakan hak prerogatif Allah Swt. Siapapun tidak akan bisa memberi hidayah kecuali Allah. Sekalipun para Nabi dan rasul tidak diberi kewenangan dalam hal ini. Para Nabi dan rasuk hanya menunjukkan jalan, memberikan mencerahan, dan mengajarkannya bagaimana mendapat hidayah petunjuk keislaman.
Dalam sebuah kisah disebutkan bahwa Rasul Nabi Muhammad menginginkan pamannya memeluk Islam ternyata tidak mampu mengislamkannya. Apalagi manusia biasa, namun demikian jika Allah Swt menghendakinya untuk memberi hidayah keislaman maka jalannya menjadi mudah melalui berbagai cara Allah Swt menunjukkannya terkadang juga tak terduga datangnya.
Dalam QS. al-Qasas ayat 56, Allah Swt berfirman yang artinya: "Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah Swt memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."
Setiap manusia sangat memerlukan hidayah/ petunjuk untuk menjalani kehidupannya. Hidayah yang sering diartikan sebagai bentuk kesadaran seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih salih dan baik dalam hidupnya.
Dalam konteks ini, hidayah dikelompokkan dalam tiga tingkatan. Pertama, hidayah insting yang telah diberikan Allah Swt, bahwa saat pertama kali manusia keluar dari kandungan. "Ketika lahir sudah ada satu hidayah yaitu insting menangis, padahal tidak ada yang mengajari ia menangis. Tangisan seorang bayi sebagai sarana untuk mengkomunikasikan kepada orang tuanya, apakah ia sakit, dingin, lapar dan sebagainya.
Editor : Muhamad Andi Setiawan