Dalam keterangan tertulis disebutkan dengan jumlah madin 11.461 (Kanwil Kemenag Jateng: 2021) berimbang antara pantura dan jalur selatan memiliki karakter keilmuan kuat di pantura.
“Penurunan jumlah santri baru masuk ke pesantren menjadi kendala tersendiri bagi pesantren untuk ke depan memproduksi kyai. Hal ini menurut kami dimulai dari pengajaran kutubut turats yang ditinggalkan madin,” papar Ketua RMI PWNU, KH. Nur Machin, Ch.
Gus Machin (sapaan akrab) khidmah untuk RMI hanya mendapatkan dua tugas. Pertama pengelolaan Madin dan tafaqquh fiddin bagi santri agar tetap kokoh.
Setelah diaplikasikan dalam bentuk program ternyata banyak hal yang harus dilakukan. Diantaranya memberikan pemahaman bahwa RMI itu mengelola madin sesuai amanat muktamar. Kemudian penerbitan buku “Pedoman Madrasah Diniyah Nahdlatul Ulama” untuk pengelola madin, untuk santri telah menyetak buku Aswaja (Ahlussunnah Wal-jama’ah An-Nahdliyyah) jilid 1 dan 2 untuk Madin Awwaliyyah/Ula. Sedangkan, jilid 3 dan 4 dalam proses editing. Ketiga buku ini sudah terdistribusi ke dua puluh enam cabang di Jateng.
“Diakui atau tidak anak-anak setingkat menengah sudah tidak mau ngaji di madin,” ungkap KH. Fadhlullah Turmudzi selaku Direktur Madin NU RMI PWNU Jateng.
Menghidupkan madin NU secara tidak langsung akan menjalankan roda pesantren. Bahwa secara tidak langsung pesantren adalah NU kecil dan NU adalah pesantren besar. Keduanya merupakan rumah besar yang nyaman bagi segenap warga masyarakat Nahdliyyin.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait