Wanita diperbolehkan menentukan besar dan banyaknya mahar sesuai keinginan mereka. Namun demikian, dianjurkan untuk menentukan mahar yang tidak memberatkan bagi pasangannya (laki-laki). Anjuran ini didasarkan pada hadist:
إِنَّ أَعْظَمَ النِّسَاءِ بَرَكَةً أَيْسَرَهُنَّ صَدَاقًا.
“Sesunggunya wanita paling besar barakahnya, adalah mereka yang paling mudah (ringan) maharnya (HR. Baihaqi 14745).”
Ketika ada wanita yang meminta mahar dalam jumlah yang banyak, selama si laki-laki mampu dan menyetujui, maka hal tersebut diperbolehkan. Karena tidak ada nash yang secara rinci membatasi jumlah maksimal mahar. Banyak atau sedikit, besar atau kecil adalah sesuatu yang sifatnya relatif atau tidak mutlak, sehingga bisa terjadi perbedaan antara satu orang dengan orang lain. Bisa jadi bagi si A, mahar 1 Milyar Rupiah sangat berat, namun bagi si B mahar 1 milyar sangat ringan dan mudah.
Oleh karenanya, hal yang perlu diperhatikan dalam mahar bukan besar kecil jumlahnya, namun kemampuan laki-laki dalam memberikan mahar. Poin terpentingnya adalah, sebaiknya mahar tidak menyulitkan dan tidak memberatkan bagi calon pasangan (laki-laki).
Kedudukan mahar bisa ditafsirkan sebagai tanda kesanggupan suami dalam menghidupi istri dan sebagai tanda penghormatan terhadap istri. Dalam perspektif ulama fikih, mahar dapat dikatakan sebagai jalan penghalal isteri. Dalam Surah Al-Baqarah 237 dinyatakan:
وَاِنْ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيْضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ اِلَّآ اَنْ يَّعْفُوْنَ اَوْ يَعْفُوَا الَّذِيْ بِيَدِهٖ عُقْدَةُ النِّكَاحِ
Artinya: “Dan jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal kamu sudah menentukan Maharnya, maka (bayarlah) seperdua dari yang telah kamu tentukan…..” (Al Baqarah, 2:237)
Sesuai ayat diatas, ketika ada wanita yang diceraikan sebelum dicampuri (berhubungan suami-isteri), maka wanita tersebut berhak menerima separuh dari jumlah mahar. Hukum Islam sangatlah bijak, wanita tetap mendapatkan mahar meski hanya separuh sebagai bentuk kompensasi karena terjadinya perceraian, karena status wanita tersebut bukan lagi gadis melainkan janda (meskipun masih perawan).
kebiasaan yang banyak terjadi pada masyarakat kita adalah menggunakan seperangkat alat sholat sebagai mahar. Banyak pula yang menjadikan hafalan ayat al-Qur’an sebagai mahar. Mahar seperti ini memang diperbolehkan, tidak dilarang. Namun Jika terjadi hal seperti kasus diatas, dan mahar perempuan tersebut adalah mahar hafalan surat al-Qur’an atau mahar seperangkat alat sholat. Maka setengah dari jumlah mahar tersebut tidak akan bermakna bagi si wanita.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait