Jaminan Kesejahteraan Hidup Keluarga: Esensi UU Perkawinan yang Terlupakan

Itsna Husnia Sari
Itsna Husnia Sari, Program Pascasarjana Hukum Keluarga Islam IAIN Salatiga

Psychological Needs (Kebutuhan Psikologis) yaitu anggota keluarga dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, minimal seminggu sekali seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/telur, seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru dalam setahun, luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah, tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing, ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan, Seluruh anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca tulisan latin, dan pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat/obat kontrasepsi.

Developmental Needs (Kebutuhan Pengembangan) yaitu Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama, sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau barang, kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi, keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal, keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/ radio/tv/internet. Self Esteem (Aktualisasi diri) antara lain Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan materiil untuk kegiatan sosial dan Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan sosial/yayasan/ institusi masyarakat.

Analisis lebih lanjut antara relevansi UU Perkawinan dengan standar kesejahteraan keluarga patut menjadi perhatian. Mengutip pendapat Friedmann, penegakan hukum merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri atas struktur hukum (legal structure), substansi/materi hukum (legal substance), dan budaya hukum (legal culture). Pasalnya, UU Perkawinan yang lahir pada tahun 1974 dan membawa norma kesejahteraan pada tahun tersebut. Aspek budaya pada perkawinan dan kehidupan rumah tangga pada dekade tersebut masih kental diwarnai oleh adat istiadat. Indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia pada era 70-80an terbilang sederhana. Selama sebuah keluarga tercukupi sandang, pangan, dan papan (yang menjadi slogan kebutuhan pokok saat itu), sebuah keluarga dapat dikatakan sejahtera. Pendidikan sebatas dapat membaca, menulis, dan menghitung telah dirasa cukup. Persaingan karir tidak sekompleks saat ini. Harga bahan pokok dikontrol oleh Pemerintah dan biaya kebutuhan tempat tinggal tidak setinggi saat ini. Hasrat gaya hidup masyarakat juga tidak sedinamis saat ini.

Selaras dengan teori Friedman, “kebahagiaan yang kekal” yang merupakan tujuan perkawinan dan tercantum pada pasal 1 UU Perkawinan, diukur dengan standar kebahagiaan masyarakat pada era tersebut. Sebagai contoh pembagian peran suami bertugas mencari nafkah dan istri bertugas sebagai ibu rumah tangga (UU 1974: 34), merupakan standar untuk mencapai kebahagiaan pada era tersebut.

Editor : Febyarina Alifah Hasna Nadzifah

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network