KEMBALI terjadi lagi, masyarakat awam dibuat bingung dalam pennetuan awal bulan kamariah. Dalam hal ini kasusnya bukan pada bulan Ramadhan, Syawwal maupun Dzhulhijah, melainkan pada penentuan awal bulan Rajab.
Bulan Rajab, di sebagian umat Islam punya nilai dan keistimewaan tersendiri dibandingkan bulan-bulan lainnya. Ulama’ sepakat bahwa diantara 4 bulan yang dimuliakan (arba’atun hurum) dalam al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam surah At-taubah ayat 36 adalah bulan Rajab. Kemuliaan bulan Rajab ini, selain karena di dalamnya terdapat peristiwa isro’ mi’roj yang melahirkan perintah shalat 5 waktu, diyakini oleh para ulama’ bahwa mulai bulan Rajab inilah Nabi Muhammad SAW dikandung oleh Ibunya, Siti Aminah. Karena peristiwa penting inilah saat tanggal 1 rajab disunnahkan puasa hingga tanggal 10. Ulama’ ada yang memperolehkan pelaksanaan puasanya hanya di tanggal 1 atau hanya di tanggal 10 apabila tidak bisa menunaikan selama 10 hari.
Fenomena ibadah semacam ini tentu membutuhkan kepastian waktu, karena ini masuk kategori ibadah muwaqqat (ibadah yang waktunya telah ditentukan) sehingga kepastian waktu dan penanggalan menjadi hal yang muthlak dibutuhkan. Sayangnya hal ini masih belum bisa kita nikmati dan kita akses dengan baik.
Dalam taqwim yang beredar, baik oleh Pemerintah maupun ormas-ormas tertentu di Indonesia, standarisasi perhitungan tanggal 1 bulan kamariah adalah dengan parameter imkanurrukyah (kemungkinan hilal bisa dilihat) menurut kriteria MABIMS (Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura), yakni saat ketinggian hilal minimal 2 derajat, sudut elongasinya minimal 3 derajat, dan umur hilal minimal 8 jam. Ada yang mensyaratkan ketiga parameter ini terpenuhi semua, namun ada yang hanya mensyaratkan salah satunya saja.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait