Sebagai pendatang mereka sudah tentu harus bisa unggah-ungguh atau berbahasa dengan baik, sopan dan santun sesuai dengan budaya setempat. Hal ini menjadi sebuah kewajiban agar keberadaan mereka dapat diterima dengan baik. Bahasa mengajarkan bagaimana harus bertutur kata atau berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau senior, bahasa jawa sering menyebutkan “kudu biso nekuk ilat” atau harus bisa menekuk lidah. Artinya mahasiswa KKN harus bisa unggah-ungguh atau tata krama dengan masyarakat lokal.
Dalam masyarakat budaya saling menghormati melekat kuat, seperti halnya panggilan khusus kepada orang yang lebih tua yakni "mas atau mbak, bapak atau ibu" atau memanggil kepada yang lebih muda dengan kata "dik". Panggilan tersebut sebagai sebuah penghormatan kepada yang lebih senior atau lebih muda. Peribahasa “di mana bumi di pijak, di situ langit dijunjung” harus benar-benar dilaksanakan dan dipatuhi oleh mahasiswa selama melaksanakan KKN.
Dalam acara pelepasan mahasiswa KKN, Prof. Dr. Saerozi, M.Ag Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kelembagaan berpesan bahwa sebagai bentuk komunikasi yang baik mahasiswa kepada masyarakat adalah mereka mampu memberikan solusi terhadap berbagai macam permasalahan yang ada, dan bukan menjadi bagian dari masalah tersebut atau malah menambah masalah di masyarakat.
Lebih jauh lagi disampaikan bahwa pada saat datang mahasiswa harus menggenapkan dan ketika pulang harus mengganjilkan, artinya pada saat hadir di masyarakat mahasiswa disambut dengan gembira atau membahagiakan, dan sebaliknya setelah berakhirnya kegiatan KKN, masyarakat begitu kehilangan mereka. Apalagi dengan berbagai macam program kegiatan yang terlaksana dengan baik. Masyarakat akan selalu merindukan dan menantikan kehadiran mahasiswa kembali sebagai bagian dari hidup mereka.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait