Jadi ada ‘kegelisahan sosial’ dalam diri nabi, menyaksikan perilaku masyarakat jahilyah diimana telah jauh menyimpang dari tatan sosial yang ada. Namun bagaimana “persoalan” itu harus diatasi dan kapan nabi mulai dakwah, belum ada petunjuk yang jelas, yang bisa dijadikan pedoman atau rujukan. Dalam siroh nabawiyah dibedakan dengan jelas antara nabi dan rasul. Seorang nabi tidak wajib menyampaikan pesan-pesan Ilahi kepada manusia. Dengan kata lain seorang Nabi bergulat ke dalam pribadinya (inward looking), sedangkan seorang Rasul juga intens berjuang di dunia luar (outword looking).
Kita tinggal dulu siroh nabi, kita kembali pada pribadi kita sebagai seorang muslim, ada waktunya kita perlu menyendiri atau melakukan tahannuts. Secara bahasa, menyendiri disebut dengan khalwat, bisa juga diartikan sebagai tahannuts yang artinya mengasingkan diri dari keramaian untuk mengisi hati, mendekat kepada Allah Ta'ala.
Luangkanlah waktu untuk menyendiri, merenung, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Waktu yang paling kondusif adalah pada sepertiga malam manakala keadaan terasa sunyi karena makhluk semua sedang tertidur. Pada suasana yang ssunyi, sepi, zikir dan doa yang kita panjatkan kepada Allah akan jauh lebih khusyuk dan lebih meresap di dalam hati..
Tentunya ibadah di keheningan malam memberi banyak manfaat bagi fisik dan batin. Hati menjadi lebih tenang dan lapang, pikiran jadi lebih jernih dan segar. Karenanya, diri kita jauh lebih siap menghadapi berbagai kemungkinan dan persoalan yang terjadi di sepanjang hari. Manfaatkanlah waktu sepertiga malam untuk membersihkan diri dengan istighfar dan memohon kekuatan kepada Allah, sehingga hati kita lebih hidup dan istiqamah dalam ketaatan. Inilah modal utama untuk membangun ketangguhan kita dalam mengarungi hidup di dunia yang fana ini.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait