Kini, guru tidak lagi terlibat dalam hal seperti itu karena disibukkan dengan administrasi, finger print, dan rapat-rapat. Tidak heran masyarakat menganggap guru sekarang materialistis karena lebih takut kehilangan uang lauk pauk dari pada bersosialisasi.
Terakhir, tekanan psikologis guru meningkat drastis. Diakui atau tidak, guru rentan menjadi obyek intimidasi struktural. Gubernur atau walikota/bupati menginstruksikan kepala dinas agar pendidikan di daerahnya berkualitas. Selanjutnya, kepala dinas mengharuskan pengawas sekolah bekerja keras memberikan supervisi agar pendidikan di wilayah bimbingannya maju sesuai arahan pimpinan daerah.
Pengawas sekolah meneruskan himbauan kepala dinas pendidikan kepada kepala sekolah. Ending-nya, kepala sekolah akan menuntut guru untuk menyelesaikan”pesanan” tersebut. Guru kemudian menekan siapa? tidak ada lagi yang dapat ditekan karena mereka ”korban” terakhir.
Survei yang dilakukan oleh Glazzard (2018) dari Universitas Leeds Beckett menemukan bahwa sebagian besar guru mengalami masalah kesehatan mental disebabkan volume pekerjaan yang terlalu berat. Akibatnya, kualitas rencana pembelajaran dan implementasi di kelas menjadi buruk dan performa peserta didik menurun drastis.
Memang tidak semua guru mengalami dampak di atas, namun akar persoalannya sangat jelas, yaitu tingginya beban kerja guru.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait