Dampak Beratnya Beban Kerja Guru
Dalam tataran implementasi, beratnya beban kerja ini tidak realistis sehingga memberi dampak serius yang mulai dirasakan guru kita. Pertama, tugas mendidik berjalan kurang efektif karena guru disibukkan dengan urusan administrasi. Berdasar regulasi, beban kerja guru dilaksanakan dalam waktu 24 sampai 40 jam dalam seminggu.
Faktanya guru hampir setiap hari bekerja lembur dan tugas tetap belum terselesaikan. Belum lagi pemenuhan regulasi kementerian lain, meskipun bukan tugas rutin, misalnya peraturan yang diterbitkan Kemen-PAN&RB tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Energi guru sudah tidak tersisa. Kadang kelas sengaja dikosongkan dan peserta didik diberi tugas agar guru dapat mengerjakan administrasi.
Dampak lain, kualitas pekerjaan terabaikan. Idealnya, beban kerja dilaksanakan secara tuntas dan berkualitas dalam durasi yang ditentukan. Faktanya, beban terlalu berat untuk diselesaikan dalam waktu yang tersedia. Akibatnya, kualitas pekerjaan tidak diperhatikan karena yang penting pekerjaan selesai. Tidak ada waktu melakukan double check kualitas pekerjaan.
Selanjutnya, guru kita tidak memiliki kesempatan mengembangkan profesinya: tidak meng-update perkembangan mutakhir terkait pengetahuan, metode, maupun media pembelajaran pada mata pelajaran yang diampunya. Padahal, pengembangan profesi berpengaruh positif bagi guru maupun peserta didik. Hobson (2006) mengatakan bahwa dengan pengembangan profesi, guru mampu meninjau ulang bagaimana mereka menjalankan perannya serta mengidentifikasi pengetahuan dan ketrampilan yang perlu dipelajari guna mendukung efektifitas di masa yang akan datang.
Sedangkan Adalsteinsson, Frimannsdottir dan Konradsson (2014) meyakini bahwa jika kapasitasnya berkembang, tingkat kepercayaan diri guru meningkat signifikan baik di mata publik maupun dalam pengelolaan pembelajaran. Banyak juga yang berkesimpulan bahwa pengembangan profesi memungkinkan peserta didik meningkatkan output belajarnya (Angrist & Lavy, 2001; Bredeson dkk., 2012; Chu & Cravens, 2012; Darling-Hammond dkk., 2005; Desimone, 2009; Rockoff, 2004).
Berikutnya, guru zaman sekarang semakin terisolasi dari masyarakat. Dulu, guru adalah tokoh terdepan dalam kegiatan masyarakat: menjadi khatib sholat Jum’at, aktif kerja bhakti, mengisi masjil taklim, menjadi ketua RT atau sekedar bercengkerama santai dengan tetangga di serambi mushola.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait