DN Aidit Dibalik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Hasan Kurniawan
DN Aidit dibalik kemerdekaan Indonesia (doc. sindonews)

Akhirnya, saat itu juga Bung Karno dan Bung Hatta dibawa ke luar kota. Perjalanan dilakukan pagi hari,
ke daerah Rengasdengklok. Bung Karno diangkut beserta istrinya Fatmawati dan anaknya Guntur yang
usianya baru sembilan bulan.

Sedangkan Hatta, diangkut dengan mobil lain bersama Sukarni. Rombongan para pemimpin ini
mendapat pengawalan ketat tentara Peta yang langsung dipimpin oleh Singgih. Sementara Chairul
Saleh membubarkan kawan-kawannya di Cikini 71.

Setelah bubar, para pemuda revolusioner ini kembali ke masing-masing pos rahasia mereka.
Rombongan Bung Karno dan Bung Hatta sampai di Rengasdengklok pagi hari, pukul 06.00 Wib.
Kedatangan mereka disambut pekik "merdeka!"

Sementara itu, situasi Rengasdengklok dan wilayah sekitarnya berlangsung panas dan diselimuti
ketegangan. Bupati Pandu dan Patih Djuarsa ditangkap para pemuda. Senjata tentara Jepang mulai
dilucuti, dan rakyat angkat senjata.

Para tentara Jepang, pangreh praja, dan wedana yang diamankan terlihat kecut ketakutan. Rakyat
berkumpul dengan membawa senjata tajam, dan bambu runcing, meminta mereka yang ditahan
dibebaskan dan diserahkan kepada mereka.

Hilangnya Bung Karno dan Bung Hatta pada pagi hari itu langsung membuat gempar Jakarta dan
langsung tersebar secara berantai. Kemungkinan terburuk yang akan terjadi pun telah disiapkan para
pemuda dengan bekerja tanpa henti.

Tokoh-tokoh pemuda revolusioner seperti Aidit, MH Lukman, Sjamsudin, Suko, Pradjono, Darwis,
Armunanto, Cornel Simanjuntak, Armansyah, AM Hanafi, Djohar Nur, Sidik Kertapati, dan lainnya terus
mengorganisir massa rakyat.

Saat itu, para pemuda telah sampai pada kesimpulan jika Bung Karno dan Bung Hatta di
Rengasdengklok tetap menolak memproklamasikan kemerdekaan Indonesia seperti keinginan
pemuda, maka akan dibentuk suatu Presidium Revolusi.

Setibanya di Rengasdengklok, Bung Karno dan keluarganya dipindahkan ke rumah yang lebih layak,
yakni milik seorang China berusia lanjut bernama I Siong. Para pemuda lalu menjelaskan situasi yang
terjadi kepada Soekarno-Hatta.

Usai mendengarkan paparan pemuda, Bung Karno dan Bung Hatta tampak mengerti. Namun, mereka
masih enggan menyetujui keinginan pemuda untuk melakukan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Alhasil, keputusan pun tidak diambil pagi itu.

Sore 16 Agustus 1945, sekira pukul 16.00 Wib, dibuat pertemuan kembali antara perwakilan pemuda
dan Soekarno-Hatta. Terdiri dari Mr Subarjo dan rombongannya yang datang untuk menjemput
Soekarno-Hatta, Sukarni, dan Sutardjo.

Pertemuan sore itu membuahkan hasil kesepakatan, setelah kedua pemimpin rakyat itu mendengar
persiapan pemuda untuk melakukan aksi revolusi. Hasilnya, proklamasi kemerdekaan Indonesia
diumumkan pada malam hari itu juga.

Dengan diterimanya usul para pemuda ini, berarti menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia bukan
hadiah dari Jepang. Kemudian, Bung Karno dan Bung Hatta kembali dibawa ke Jakarta dengan
pengawalan super ketat dari tentara Peta.

Kesan Bung Karno atas peristiwa di Rengasdengklok itu terekam dalam buku Cindy Adams yang
berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Dalam paparannya kepada Cindy Adams,
Bung Karno menyatakan kesan yang negatif.

Dia bahkan mengkambing hitamkan Sutan Syahrir atas peristiwa itu. "Dialah orang yang harus
bertanggung jawab atas hasutan untuk menentangku dan atas segala peristiwa yang kemudian terjadi
pada malam itu," kata Bung Karno.

Editor : Muhammad Andi Setiawan

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network