JAKARTA, iNews.id - Akibat sanksi Barat ke Rusia terkait invasi militer di Ukraina, sedikitnya 9 perusahaan makanan dan minuman mengumumkan menghentikan sementara operasional bahkan hengkang dari negara beruang merah itu. Imbasnya, ratusan ribu karyawan atau pekerja terpaksa kehilangan pekerjaan.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut daftar 9 perusahaan makanan dan minuman yang menghentikan operasional bahkan hengkang dari Rusia, sehingga menyebabkan ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan:
1. Starbucks (2.000 karyawan kehilangan pekerjaan)
Brand minuman dengan logo wanita setengah manusia setengah ikan itu memberhentikan semua aktivitas bisnisnya di Rusia. Tak hanya itu, disampaikan Johnson bahwa Starbucks juga berhenti mengirim semua produk Starbucks ke Rusia.
"Mitra berlisensi kami telah setuju untuk segera menghentikan operasi toko dan akan memberikan dukungan kepada hampir 2.000 (karyawan) di Rusia yang bergantung pada Starbucks untuk mata pencaharian mereka," ujar CEO Starbucks Kevin Johnson.
2. Burger King
Perusahaan makanan cepat saji, Burger King, juga turut menyatakan diri untuk cabut dari negara beruang merah. Restaurant Brands International (RBI), induk usaha Burger King, mengatakan bahwa mereka telah memberhentikan semua dukungan perusahaannya di pasar Rusia, termasuk operasi, pemasaran, dan rantai pasokan.
Burger King juga menghentikan investasi dan ekspansi di wilayah tersebut. Kendati demikian, tidak berarti restoran Burger King akan tutup total di Rusia. Karena, ada sekitar 800 cabang di sana sepenuhnya dikelola oleh pemegang waralaba utama lokal.
"Burger King Rusia adalah bisnis mandiri yang dimiliki dan dioperasikan oleh pemegang waralaba kami di negara ini. Kami memiliki perjanjian hukum yang tidak mudah diubah," ungkap RBI melalui pernyataan.
3. McDonald's (62.000 orang kehilangan pekerjaan)
Restoran makanan cepat saji McDonald's menutup sementara seluruh 847 gerainya di Rusia. "McDonald's memutuskan untuk menutup sementara semua restoran kami di Rusia dan menghentikan sementara seluruh operasi di pasar," tutur CEO Chris Kempczinski melalui pernyataan.
Secara global, sebagian besar lokasi McDonald's dioperasikan oleh operator waralaba. Namun, di Rusia, 84 persen lokasi gerai dioperasikan langsung oleh perusahaan.
Di Rusia, McDonald's telah mempekerjakan 62.000 orang. Perusahaan ini bekerja sama dengan ratusan pemasok dan mitra lokal di Rusia untuk memproduksi makanan yang disajikan kepada pelanggan.
"Kami melayani jutaan pelanggan Rusia setiap hari yang mengandalkan McDonald's. Selama 30 tahun lebih McDonald's beroperasi di Rusia, kami menjadi bagian penting dari 850 komunitas tempat kami beroperasi," kata Chris Kempczinski.
Meski demikian, lanjutnya, perusahaan tidak dapat mengabaikan penderitaan manusia yang terjadi di Ukraina saat ini. Maka dari itu, McDonald's memutuskan menutup gerai untuk sementara.
4. Yum Brands ( KFC dan Pizza Hut)
Yum Brands, induk perusahaan KFC dan Pizza Hut yang memiliki 1.000 waralaba di Rusia, memberhentikan semua investasi dan pengembangan restoran di negara tersebut.
Perusahaan itu mengatakan akan mengkaji opsi-opsi tambahan dan mengalihkan semua keuntungan dari operasi di Rusia ke bantuan kemanusiaan.
Yum Brands juga mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka sedang dalam proses menutup restoran-restoran KFC di Rusia.
Mereka akan menyelesaikan kesepakatan dengan para mitra waralaba lokal untuk memberhentikan semua operasi restoran Pizza Hut di Rusia.
5. Papa John's
Restoran Papa John's juga ikut memberhentikan semua operasi perusahaan di Rusia. Keputusan ini mencakup berakhirnya dukungan operasional, pemasaran dan bisnis di pasar negara beruang merah.
Papa John's menjelaskan bahwa restoran-restoran di Rusia masih beroperasi karena semua restoran dimiliki oleh pewaralaba independen, dan pewaralaba utama yang mengendalikan. Namun, Papa John's mengaku saat ini tidak menerima royalti dari toko-toko itu.
6. Heineken
Perusahan minuman bir, Heineken, mengumumkan akan berhenti memproduksi dan menjual bir di Rusia. Pengumuman yang disampaikan pada hari ini, Jumat (9/3/2022), menyebutkan perusahaan akan mengambil langkah segera untuk menghentikan aliran uang, royalti, dan dividen dari negara tersebut.
"Kami memilih opsi strategis terbaik untuk masa depan operasi di Rusia. Kami melihat perbedaan yang jelas antara tindakan pemerintah dan karyawan kami di Rusia," bunyi pengumuman Heineken.
7. PepsiCo (berdampak pada 20.000 mitra dan 40.000 pekerja pertanian)
PepsiCo pun juga sama dengan enam perusahan makanan dan minuman lainnya. PepsiCo akan menuntaskan penjualan dan merek minuman global di negeri beruang merah.
CEO PepsiCo Ramon Laguarta mengatakan Pepsi akan berhenti investasi modal, beriklan, dan melakukan kegiatan promosi di Rusia. Namun, PepsiCo akan terus menjual beberapa produk bahan pokoknya, termasuk susu formula, makanan bayi, dan produk olahan susu lainnya.
"Kami memiliki tanggung jawab untuk terus menawarkan produk kami yang lain di Rusia, termasuk kebutuhan sehari-hari. Dengan terus beroperasi, kami akan terus mendukung mata pencarian 20.000 mitra Rusia kami dan 40.000 ribu pekerja pertanian Rusia dalam rantai pasokan, karena mereka menghadapi tantangan dan ketidakpastian yang signifikan di masa depan," kata Laguarta.
8.Coca-Cola
Coca-Cola juga membatalkan bisnisnya di Rusia. Perusahaan minuman karbonat raksasa itu menyatakan dukungannya bersama orang-orang yang menanggung dampak buruk dari peristiwa tragis di Ukraina.
9. Nestle
Nestle memberhentikan semua investasi modal di Rusia. Bahkan semua iklan di copot di negara itu. Namun, konsumer makanan dan minuman terbesar di dunia tersebut berjanji tidak akan menarik pasokan produk dari toko-toko di Rusia.
"Kami bekerja keras untuk membantu agar menjaga makanan tersedia bagi masyarakat, baik itu di rak-rak toko atau melalui sumbangan makanan dan minuman penting seperti makanan bayi, sereal, sup, dan mie kepada mereka yang membutuhkan di seluruh wilayah," bunyi pernyataan Nestle.
Demikian daftar perusahaan makanan dan minuman yang menghentikan operasional bahkan hengkang dari Rusia dan menyebabkan ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan.
Editor : Muhammad Andi Setiawan