get app
inews
Aa Read Next : Breaking News! Kasus Covid-19 Bertambah 254 Kasus per Hari Ini

Mirip Varian Delta, Bagaimana Gejala Anak Terkena Omicron?

Selasa, 01 Maret 2022 | 10:43 WIB
header img
Son Of Omicron, yang kemampuan berkembangnya mirip delta,(Foto/Shutterstock)

Dibandingkan dengan varian delta, varian omicron berkembang lebih cepat, namun diharapkan puncak omicron akan cepat selesai tanpa harus menelan banyak korban yang harus dirawat.
bahkan para ahli kesehatan Indonesia mengungkap alasan kenapa Omicron lebih cepat menyebar daripada virus corona varian lainnya.

Juru Bicara Satgas Covid-19 RS Universitas Sebelas Maret (UNS) menjelaskan, dr Tonang Dwi Ardiyanto SpPK, PhD, subvarian Omicron BA.1 memiliki karakteristik cepat berkembang di saluran pernapasan, tapi lambat berkembang di paru-paru.

“Inilah yang kita duga menjadi salah satu faktor gejala yang dialami pasien terinfeksi Omicron cenderung lebih ringan daripada varian Delta. Tapi kita patut khawatir dengan subvarian Omicron BA.2 atau Son Of Omicron, yang kemampuan berkembang di paru-paru bisa mendekati kemampuan Delta,” jelas dr Tonang.

dr Tonang juga menyebut bahwa rata-rata derajat keparahan penyakit pada pasien terinfeksi Omicron ini memang lebih ringan daripada varian Delta tahun lalu. Tapi ia juga mewanti-wanti munculnya subvarian Omicron BA.2 atau varian baru lagi dalam waktu dekat.

Tapi sebenarnya, menurut dr Tonang, masyarakat tidak perlu terjebak dengan Omicron dan Delta. Karena semuanya sama-sama virus Covid-19 yang mudah menular dan berbahaya.

“Saya yang termasuk mempercayai apabila varian baru akan mendominasi, maka pelan-pelan varian sebelumnya berkurang. Hanya saja semua varian virus ini berisiko membuat pasiennya bergejala berat," ungkapnya.

"Perkara Omicron atau bukan itu kepentingannya untuk epidemiologis, agar bisa memetakan dan melihat tren ke depan. Tapi bagi masyarakat, apapun varian Covid-19 yang menginfeksinya, cara penanganannya sama,” lanjutnya.

Di sisi lain, menurut pengamatan dr Tonang, di Jakarta apabila diambil rata-rata kasus mingguan maka puncaknya terjadi 10 Februari lalu, lalu diikuti penurunan angka kematian pada 20 Februari. Apabila polanya seperti ini, maka angka kematian akan ikut turun atau melandai beberapa pekan setelah kasus konfirmasi harian menurun juga.

“Tapi secara keseluruhan kita berharap periode ini segera mencapai puncak dan segera turun agar Ramadan tahun ini kita tidak terjebak lagi dengan polemik sholat tarawih maupun lebaran yang dua tahun ini jadi terganjal akibat Covid-19,” ujarnya.

Masyarakat juga perlu mengetahui beberapa hal untuk menghadapi periode Omicron. Situasinya tidak berbeda jauh dengan cara-cara yang sudah dilakukan saat menghadapi gelombang Delta.

Apabila timbul gejala, maka saat itu juga kita harus periksa (testing) PCR/Antigen. Saat hasilnya negatif, maka jangan langsung senang dahulu, tunggu dua hari lagi untuk memastikan kembali melalui tes PCR/Antigen apakah benar-benar negatif atau tidak. Apabila kontak erat, maka dilakukan tes PCR/Antigen pada awalnya (entry test). Baik hasilnya positif maupun negatif, kontak erat harus melakukan karantina 5 hari.

"Di hari kelima kita ulang kembali tes kedua (exit test). Apabila hasil exit test negatif, maka karantina dianggap selesai,” jelas dr Tonang.

Dari hal ini, ia sangat berharap bahwa masyarakat yang sudah disuntik vaksin Covid-19 dosis satu hingga booster jumlahnya semakin banyak. Dengan banyaknya yang mendapat kekebalan alami, varian virus ini tidak akan berkembang lebih jauh lagi.
 

Editor : Muhammad Andi Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut