Ayyamul bidh adalah susunan idhofah yaitu mudhof dan mudhof ilaih, ayyam adalah jama’ taksir yang memiliki arti hari-hari, sedangkan bidh adalah putih atau terang (padang bulan, istilah jawanya). Dinamakan ayyamul bidh menurut Syaikh Badruddin Al-‘Aini Al-Hanafi dalam kitab ‘Umdatul Qari` Syarhu Shahihil Bukhari, ia Menjelaskan bahwa :
وَقِيلَ سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لِأَنَّ لَيَالِي أَيَّامِ الْبِيضِ مُقْمِرةٌ وَلَمْ يَزَلِ الْقَمَرُ مِنْ غُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى طُلَوعِهَا فِي الدُّنْيَا فَتَصِيُر اللَّيَالِي وَالْأَيَّامُ كُلُّهَا بِيضًا
“Dikatakan, hari itu dinamai ayyamul bidh karena malam-malam tersebut terang benderang oleh rembulan dan rembulan selalu menampakkan wajahnya mulai matahari tenggelam sampai terbit kembali di bumi. Karenanya malam dan siang pada saat itu menjadi putih (terang),”
Adapaun hukum puasa ayyamul bidh yaitu sunnah muakkad sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW.
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيْضِ في حَضَرٍ وَلاَ سَفَرٍ. (رواه النسائي بإسنادٍ حسن)
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: ‘Rasulullah saw tidak makan pada hari-hari yang malamnya cerah baik (Ayyamul Bidh) dirumah maupun dalam bepergian’.” (HR an-Nasa’i dengan sanad hasan).
Editor : Muhammad Andi Setiawan