"Dan pemerintah Arab digambarkan tidak sah," sambung laporan itu. Riset itu menemukan satu buku teks—“Sejarah Iran Kontemporer" Kelas 11—yang sebagian isinya adalah pujian untuk Ikhwanul Muslimin dan pendirinya Hassan al-Banna. Buku teks itu menggambarkan al-Banna sebagai salah satu para ahli teori era baru dan gelombang Kebangkitan Islam saat ini, bersama dengan mantan Pemimpin Tertinggi Iran Ruhollah Khomeini.
"Al-Banna menolak peradaban Barat dan bertindak dalam kerangka prinsip-prinsip Islam dan menghidupkan kembali Al-Qur'an dan Sunnah. Ikhwanul Muslimin tidak diragukan lagi adalah gerakan intelektual paling orisinal dalam Kebangkitan Islam Sunni di era saat ini,” bunyi halaman 251 dari buku teks tersebut.
Laporan tersebut mengungkap bahwa identitas inti nasionalistik rasial Iran dipupuk dalam kurikulum. “Orang Iran digambarkan memiliki akar Arya. Kekejaman Nazi sering diabaikan, sementara prestasi mereka dipuji,” papar laporan itu.
Selain itu, buku teks sekolah juga mengabaikan kebenaran tentang Holocaust atau pembantaian umat Yahudi oleh rezim Nazi. “Kurikulum Iran tidak mencakup pengajaran dalam bahasa apa pun selain bahasa Persia, terlepas dari fakta bahwa sekitar setengah dari bahasa ibu penduduk bukan bahasa Persia,” kata laporan itu.
“Diskriminasi terhadap bahasa dan budaya minoritas tetap lazim dalam kurikulum... Keragaman budaya diakui, tetapi hanya pada tingkat folkloristik.”
Editor : Muhammad Andi Setiawan