Salatiga, iNews.id - Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa melepaskan diri dari hubungan interpersonal dengan orang lain. Interaksi manusia satu dengan manusia yang lain akan terus terjadi dengan berbagai macam alasan. Saling membutuhkan, kebergantungan sebagai suatu populasi atau keinginan untuk saling berbagi perasaan adalah alasan nyata sebuah hubungan dapat terjadi.
Bicara tentang hubungan sosial antar manusia memang tidak bisa dilepaskan dari perasaan. Jalinann hubungan yang erat antara satu dengan yang lain dapat terjadi karena ada perasaan yang begitu kuat. Dalam cakupan yang lebih terperinci, perasaan ini dapat mengikat dua insan yang berlawanan jenis. Inilah yang kemudian dinamakan dengan cinta atau kasih sayang.
Pada zaman dahulu, orang-orang Yunani membagi cinta kedalam 4 bentuk perasaan yang berbeda. Diantaranya; pertama ada Eros yang berarti cinta kesenangan sensual dan tubuh. Kedua Philia yang berarti persahabatan, cinta kasih. Ketiga ada Agape yang mengandung arti cinta illahi, tanpa pamrih/tanpa syarat. Dan terakhir ada Storg yang berarti cinta keluarga.
Selain 4 bentuk cinta tersebut, tentu masih banyak bentuk cinta lainnya yang mungkin tidak ada hubungannya dengan manusia. Misalnya seseorang yang mencintai barang kesayangan seperti mobil, jam tangan dan uang. Tidak ada yang salah dengan cinta, baik itu dicintai atau pun mencintai. Karena cinta pada dasarnya adalah kebutuhan primer manusia yang akan terus ada selama manusia itu eksis di dunia ini.
Seperti yang disampaikan oleh Abraham Maslow dalam teorinya yang terkenal yakni teori hirearki kebutuhan Maslow. Maslow menegaskan bahwa manusia memiliki 5 kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi. Dari 5 kebutuhan tersebut ada kebutuhan tingkat ketiga yakni social needs atau kebutuhan akan memiliki dan kasih sayang.
Meskipun cinta adalah kebutuhan dasar manusia, namun tidak semua dapat dilakukan dengan baik. Kadang kala, ada beberapa orang yang tidak dapat mengaktualisasikannya sehingga muncul perasaan-perasaan negatif dalam dirinya. Misalnya saja ketka kita terlalu mencintai orang lain, memberikan perasaan cinta secara berlebihan dan lupa akan diri sendiri dan orang sekitar.
Keadaan ini menjadikan kita lupa untuk mencintai, menghargai dan menyukai diri sendiri. Kita sudah terfokus pada orang lain, menjaga perasaannya dengan begitu hati-hati meskipun diri sendiri terluka secara batiniah. Hal ini bisa terjadi karena kita memiliki low self-esteem dalam diri, sehingga mudah merasakan perasaan negatif, depresi dan rasa tidak puas terhadap diri sendiri.
Hal-hal tersebut tentu dapat diatasi dengan meningkatkan self-esteem dalam diri kita. Tapi, apakah self-esteem itu? Seberapa penting self-esteem bagi diri kita?
Secara singkat, self-esteem adalah sebuah pikiran, perasaan dan perspektif individu atas dirinya sendiri. Self-esteem dikenal dengan penghargaan atas diri sendiri. Seseorang yang memiliki self-esteem yang sehat (healthy self-esteem) ditandai dengan penghargaan atas diri dibanding dengan orang lain. Sebaliknya, seorang individu yang memiliki low self-seteem akan mudah merasa depresi, tidak puas, potensi diri yang terhambat hingga masuk dalam hubungan yang toxic atau abusif.
Self-esteem tentu penting bagi pengembangan dan kemajuan diri dalam proses hidup. Bila kita sudah kehilangan rasa menghargai atas diri sendiri, bagaimana mungkin kita bisa menghargai orang lain? Bila kita sudah kehilangan rasa sayang dan cinta atas diri sendiri, bagaimana kita akan mencintai orang lain? Self-esteem memberikan pengaruh dalam diri secara sadar.
Ketika kita kehilangan atau ditinggalkan oleh orang yang kita cintai. Kita masih memiliki diri sendiri yang sangat berharga. Diri kita adalah modal yang kuat untuk menjalani hidup. Kita bisa tahu masa depan kita akan seperti apa. Tapi kita bisa menata dan mempersiapkannya mulai dari sekarang. Hargai dan cintailah dirimu. Kamu adalah anugrah dari Tuhan yang Esa.
Oleh: Henrik
(Koordinator Badan Legislatif SEMA FTIK IAIN Salatiga)
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait