Di masa kependudukan Jepang, Jembatan Kaliketek yang dibangun oleh Belanda menjadi akses lalu lintas penting. Bahkan demi menjaga keamanan sekitar area Sungai Bengawan Solo, Jepang membangun semacam benteng kecil di kiri dan kanan jalan Jembatan Kaliketek.
"Jembatan ini jadi akses strategis, pihak Jepang membangun benteng di sisi kiri dan kanan Jembatan Kaliketek, benteng kecil untuk mengawasi baik lalu lintas di Bengawan atau aktivitas di utara Bengawan Solo," katanya.
Seusai hari proklamasi kemerdekaan, Jembatan Kaliketek juga menjadi saksi bagaimana perjuangan pasukan yang digalang Lettu Suyitno dan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Bahkan jembatan itu pernah dirusak oleh para pejuang yang mempertahankan kemerdekaan.
"Saat agresi militer kedua laskar-laskar pejuang Bojonegoro itu di tanggal 24 Desember 1948 merobohkan atau merusak Jembatan di sisi selatan yang sebelumnya pernah dirusak Belanda sehingga serdadu Belanda nggak bisa lewat jembatan," terangnya.
Namun Belanda disebut Ngastasio tak kekurangan akal. Mereka akhirnya memilih menyeberangi Sungai Bengawan Solo dari sisi timurnya tepat di wilayah antara Simo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, dengan Bojonegoro, yang kini terdapat Jembatan Glendeng.
"Akhirnya serdadu-serdadu Belanda lewat jalur Simo di Glendeng nyeberang melalui perahu karet. Tahun 50 - 70 rekonstruksi jembatan dilakukan, dan jadi salah satu destinasi anak-anak muda mungkin sebagai rekreasi atau lihat pemandangan Sungai Bengawan Solo," terangnya.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait