BERDASARKAN regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) setelah terbitnya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 39/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH, pelaksanaan sertifikasi halal di Indonesia dituntut untuk lebih cepat dari sebelumnya. Menurut Undang-Undang JPH, selambat-lambatnya pada 17 Oktober 2024 semua produk dimasukkan, diedarkan, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikasi halal.
Tujuan penyelenggaraan jaminan produk halal sendiri adalah untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk, juga untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.
Kementerian Agama baru-baru ini juga meluncurkan program Sertifikasi Halal Gratis atau Sehati yang diperuntukkan bagi pelaku UMK. Sebagian besar pelaku UMK belum memiliki sertifikasi halal. Melalui sertifikasi halal gratis ini, diharapkan makin banyak UMK yang bisa menembus pasar halal global.
Hal Ini menunjukan bahwa pemerintah serius dalam memajukan perkembangan produk halal, terutama di sektor UMK. Sebagai sektor usaha di tengah masyarakat, UMK memang memiliki peran besar di Indonesia.
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Indonesia telah menjadi penompang perekonomian dalam persaingan pasar global. Dalam hal ini, perlu adanya standarisasi produk halal yang diproduksi oleh para pelaku usaha melalui pendampingan Proses Produk Halal (PPH). Sertifikasi halal sangat penting bagi pelaku usaha. Hal tersebut untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dijual.
Melihat pertanyaan di atas, bisa dikatakan bahwa sertifikat halal itu wajib dimiliki oleh setiap produk yang dipasarkan oleh pelaku usaha di semua level. Mulai dari usaha kosmetik, kuliner, obat-obatan, produk kimiawi dan produk rekayasa genetika. Hukum wajibnya sama dengan perizinan usaha yang lain. Sesungguhnya pencantuman label halal ini sangat bermanfaat, tak cuma untuk konsumen, namun pula untuk para produsen/pelaku usaha.
Menurut UU Jaminan Produk Halal No 33 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) Kemenag RI berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
Manfaat sertifikat halal itu sendiri ialah para konsumen atau pembeli memperoleh rasa aman. Artinya sertifikat halal tersebut akan memberikan jaminan kalau produk yang mereka konsumsi itu aman dari unsur yang tidak halal dan diproduksi dengan cara halal dan higienis. Adapun untuk produsen/pelaku usaha, manfaat sertifikat halal ini untuk membangun integritas dan loyalitas konsumen/pelanggan terhadap produk-produk mereka.
Bagi sebuah produk pun, manfaat sertifikat halal akan terasa, yakni produk tersebut akan mempunyai daya saing lebih tinggi dibanding produk yang tak memiliki sertifikat halal. Manfaat sertifikat halal lainnya yakni bisa digunakan untuk menangkal kabar hoaks tentang kualitas dan bahan produk pelaku usaha.
Kenapa sertifikat halal bisa jadi jaminan produk pelaku usaha itu halal? Karena semua hal yang berkaitan dengan proses produk halal tersebut akan di tinjau, verifikasi dan validasi supaya memang benar-benar produk tersebut ketahuan kehalalannya. Sebagaimana dalam UU JPH No. 33 Tahun 2014, proses produk halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.
Maka dari itu penting bagi suatu produk untuk memperoleh sertifikasi halal. Namun memperoleh sertifikasi halal tak semudah apa yang dibayangkan. Untuk mendapatkan sertifikat halal dibutuhkan pengajuan kepada lembaga terkait. Dalam mengajukan produk nya, produsen/pelaku perlu mengikuti prosedur-prosedur pengajuan dan memenui syarat-syaratnya. Seringkali prosesnya yang sedikit rumit, membuat kebanyakan produsen acuh pada sertifikat halal.
Oleh : Muhammad Nabhan, SHI
PPH ( Pendamping Produk Halal Kota Salatiga )
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait