Mahmood menjelaskan bagaimana rezim menunggu sampai anak kecil itu berusia 18 tahun sebelum memintanya untuk melakukan tugas yang "mustahil".
"Mereka menempatkan anak itu dalam situasi yang mustahil, di mana mereka mengatakan 'ibumu telah membunuh ayahmu', dan Andalah yang akan menentukan nasibnya," papar Mahmood, yang dilansir Rabu (31/8/2022).
Menurut Mahmood, para pemimpin yang juga ulama Iran memuji "hak" keluarga untuk pembalasan sebagai "tindakan suci", menambahkan bahwa kebebasan sipil lainnya seperti kebebasan berekspresi secara rutin diabaikan atau ditekan. Hakim dan jaksa menekan keluarga untuk memilih darah daripada pilihan lain, dengan mengatakan bahwa itu adalah hak dan kewajiban mereka untuk kerabat mereka yang terbunuh.
"Mereka dibuat merasa bersalah jika mereka tidak meminta pembalasan. Itu dilakukan dengan menggunakan tekanan psikologis, jadi dengan cara yang sangat halus," kata Mahmood.
Namun terlepas dari tekanan halus ini, mayoritas orang Iran sehari-hari memilih untuk menyelamatkan nyawa orang-orang yang telah membunuh sosok yang mereka cintai.
"Jumlah orang yang memilih, uang darah atau pengampunan jauh lebih tinggi daripada mereka yang meminta gantung," sambung Mahmood.
"Tahun lalu, ada lebih dari 700 kasus di mana penggugat memberikan pengampunannya, atau menolak hukuman itu dan meminta uang darah," katanya. "Jumlah kasus eksekusi sebenarnya di bawah 200 saya kira."
"Meskipun 40 tahun mempromosikan kekerasan melalui hukuman mati, ada peningkatan jumlah orang yang mengatakan tidak kepada mereka--bahkan ketika itu melibatkan anggota keluarga mereka," papar Mahmood.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait