"Kalau untuk itu saja ya menurut saya sangat sempit, seharusnya untuk keseluruhan produk undang-undang di DPR," pungkasnya.
Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengungkapkan Puan seharusnya punya sikap dan respons yang sama pada sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang sejak lama sudah ditunggu-tunggu publik, bukan hanya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"UU TPKS tentu sangat penting, tetapi RUU yang dibutuhkan publik itu tidak hanya RUU TPKS. Masih ada RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Penanggulangan Bencana, dan lain-lain. Penghormatan terhadap rakyat jangan pilih-pilih. Semua yang jelas dibutuhkan itu mesti bisa dikerjakan tepat waktu oleh DPR," ujarnya.
Lucius mengungkapkan jika yang dimaksud pengesahan RUU TPKS bisa menjawab aspirasi dan kebutuhan hukum publik terkait penegakan kasus kekerasan seksual, maka akan sangat diapresiasi. Tetapi hal itu tidak berarti proses RUU TPKS hingga disahkan menjadi UU TPKS tanpa kekurangan.
Menurutnya, peran publik sangat penting dalam pengesahan RUU TPKS. Jika publik tidak terus-menerus menekan DPR agar segera mengesahkan RUU TPKS, mungkin sampai sekarang UU TPKS tidak juga tuntas dibahas. Lucius menambahkan bahwa Puan tak cukup berperan dalam UU TPKS. Puan terlihat baru mulai sangat peduli pada fase akhir.
"Tentu saja ia sebagai Ketua DPR punya kuasa yang besar untuk mendorong proses yang cepat kalau kemauan politik itu memang tulus. Tetapi saya lihat respons Puan lebih terlihat sebagai langkah politik memanfaatkan RUU TPKS yang memang ditunggu-tunggu publik," tukasnya. (*)
Editor : Muhammad Andi Setiawan