JAKARTA,iNews.id - Reog Ponorogo sebagai warisan kebudayaan Nusantara kini tengah diusik oleh Negara Malaysia, pasalnya Malaysi berusaha mengklaim Reog Ponorogo di United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya tak benda. Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
“Untuk Reog, negara Malaysia rencananya mau ajukan juga maka dari itu kita harus lebih dulu. Karena ini kan sudah menjadi budaya dan warisan kita,” ujar Muhadjir dikutip dari keterangan resmi yang diterima, Selasa (5/4/2022).
Oleh karena itu, Muhadjir meminta agar Pemerintah Daerah Ponorogo secepatnya mengusulkan Reog Ponorogo ke UNESCO dan mempersiapkan data yang diperlukan.
Kesenian Reog Ponorogo masuk nominasi tunggal Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritagen/ICH) yang akan diusulkan Indonesia ke UNESCO. Sebelumnya, Reog Ponorogo telah tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Mendikbud RI pada 2013.
“Saya mendukung penuh Reog diusulkan menjadi budaya tak benda di UNESCO. Saya upayakan supaya berhasil dan bisa menjadi kebanggaan, bukan hanya bagi masyarakat Ponorogo tapi juga seluruh Indonesia,” tutur Muhadjir.
Sebagai informasi, setiap tahun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selalu ada proses seleksi bagi Warisan Budaya Tak Benda di Indonesia. Kemudian, Warisan Budaya Tak Benda Indonesia ini yang menjadi unggulan akan dilanjutkan ke UNESCO.
Pemkab Ponorogo sendiri sebelumnya pernah mengusulkan Reog Ponorogo ke dalam daftar ICH UNESCO pada 2018, namun belum berhasil. Di tahun tersebut, justru Gamelan Indonesia yang lolos dan berhasil diakui UNESCO pada 15 Desember 2021.
Reog Ponorogo adalah seni pertunjukan tradisional rakyat Ponorogo yang di dalamnya terdapat unsur-unsur penari warok, jatil, bujangganong, kelanasewandana, dan barongan. Tarian tersebut diiringi dengan seperangkat instrumen pengiring Reog khas ponoragan yang terdiri dari kendangi, kempul (gong), kethuk-kenong, slompret, tipung, dan angklung.
Editor : Muhammad Andi Setiawan