PERKAWINAN dalam bingkai UU No.1 1974 diterjemahkan sebagai suatu ikatan antara pria dan wanita yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Keluarga menjadi sebuah institusi paling erat dan vital dalam kehidupan manusia. Berkeluarga merupakan sebuah fitrah yang dianugerahkan Allah kepada manusia tidak hanya sekedar untuk melestarikan keturunan, namun juga untuk menjalankan peran manusia sebagai Khalifah untuk memakmurkan bumi (Azmi: 2021, 39). Perkawinan menjadi pintu masuk satu-satunya untuk membentuk sebuah keluarga. Oleh karenanya, baik dalam perspektif Islam, maupun perspektif nilai kebangsaan Indonesia, ikatan pria dan wanita di luar pernikahan tidak diakui dan tidak dilegitimasi. Untuk itu, perkawinan diatur dalam sebuah regulasi yang komprehensif baik secara filosofis fundamental hingga detil teknis pelaksanaan.
Pada pasal 1 UU No.1 1974 ditegaskan bentuk keluarga yang diinginkan adalah keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sungguh sebuah visi yang luhur dan memerlukan keseriusan untuk mewujudkannya. Untuk itu, sebelum membahas bagaimana konsep keluarga yang “bahagia dan kekal”, penting kiranya memahami definisi keluarga. Secara bahasa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) keluarga mempunyai 4 (empat) arti, yaitu: (1) Ibu dan bapak beserta anak-anaknya, (2) Orang yang menjadi tanggungan, (3) Sanak saudara, kaum kerabat, (4) Satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat. Sementara dalam Bahasa Arab, keluarga mempunyai 4 (empat) padanan kata yaitu: ahlun, aali, ‘asyirah, dan qurba.
Secara istilah, menurut konsep Islam, keluarga adalah satu kesatuan hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui akad nikah menurut ajaran Islam. Dalam kajian Psikologi Islam (Mufidah: 2014, 42) keluarga mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia. Fungsi-fungsi tersebut antara lain: fungsi biologis, fungsi edukatif (pendidikan), fungsi religius (keagamaan), fungsi protektif (melindungi), fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, dan fungsi rekreatif.
Fungsi keluarga tersebut serta kebahagiaan yang kekal nan abadi itu tidak dapat diraih tanpa terpenuhinya kesejahteraan keluarga. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), berdasarkan UU 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, menetapkan 21 indikator keluarga sejahtera. Indikator Keluarga Sejahtera (KS) tersebut terbagi dalam 4 level, yaitu KS I (basic needs), KS II (psychological needs), KS III (developmental needs), dan KS IV (self esteem).
Basic Needs (Kebutuhan dasar) antara lain pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih, anggota keluarga memiliki pakaian untuk aktivitas yang berbeda, kondisi rumah yang ditempati oleh keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik, keluarga mempunyai akses ke sarana kesehatan, pasangan mempunyai akses ke sarana pelayanan kontrasepsi, dan semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
Editor : Febyarina Alifah Hasna Nadzifah