Betapa tidak, terdakwa melakukan pemerkosaan terhadap para korban tak kenal waktu, baik pagi, siang, sore, maupun malam. Bahkan, terdakwa melakukan perbuatan tak senonoh tersebut di hadapan istrinya. Namun sang istri tak bisa berbuat banyak, jangankan mencegah, mengingatkan suaminya saja tidak berani.
Pelaku telah memasung akal dan pikiran istri serta santri korban dengan perkataan dan perbuatan telah membiayai serta bujuk rayu lainnya. Pemerkosaan itu tak hanya berlangsung di lingkungan pondok pesantren (ponpes), gedung yayasan, dan rumah penampungan atau basecamp, tetapi juga di hotel dan apartemen di Kota Bandung.
Berdasarkan dakwaan jaksa, Herry pernah memperkosa para korban di Apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R. Akibat pemerkosaan yang dilakukan berulang-ulang itu, sembilan korban telah melahirkan anak. Bahkan ada korban yang melahirkan dua orang anak, hasil perbuatan biadab Herry.
"Kekerasan seksual yang dilakukan oleh terdakwa secara terus menerus dan sistematik. Bagaimana mulai merencanakan, mempengaruhi anak-anak mengikuti nafsu seks dan tidak mengenal waktu pagi, siang, sore, bahkan malam, ketika anak lain istirahat. Kami menyimpulkan perbuatan terdakwa sebagai kejahatan sangat serius. The most serius crime," kata Kajati Jabar Asep N Mulyana seusai sidang di PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Selasa (11/1/2021). Karena itulah, ujar Asep N Mulyana, JPU memutuskan menuntut pelaku Herry Wirawan dihukum mati dan kebiri. Selain itu, JPU juga meminta majelis hakim menyita semua aset milik Herry dan mewajibkan terdakwa membayar denda Rp500 juta serta ganti rugi Rp331 juta.
Tuntutan pidana disusun tim JPU setebal lebih dari 300 halaman. Terdapat beberapa argumentasi dan pertimbangan mengapa JPU menggolongkan kejahatan terdakwa Herry Wirawan sebagai the most serius crime.
Editor : Muhamad Andi Setiawan