Menebak Dimensi Kemanusiaan Isra’ Mi’raj
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2022/02/15/996d4_m-chairul-huda.jpg)
Tidak lama lagi, ummat Islam akan memperingati Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Kata “isra” berasal dari bahasa Arab “saro” yang dapat diterjemahkan “perjalanan malam”. Sementara “mi’raj” berasal dari kata dasar “aroja” yang berarti “ke atas”. Isra Mi’raj secara umum dapat ditafsirkan, diperjalankannya Nabi Muhammad oleh Allah SWT dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Dari Masjidil Aqsha lalu atas izin Allah SWT, Nabi Muhammad menuju Sidratul Muntaha. Peristiwa Isra Mir’raj diyakini terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 621 Masehi. Sekitar 1401 tahun silam.
Dalam catatan sejarah, ketika Nabi Muhammad menjelaskan perjalanan Isra Mi’raj, banyak kalangan Quraisy yang meragukan kebenarannya. Secara rasio (akal), tidak mungkin dalam waktu semalam melakukan perjalanan panjang dari Masjidil Haram di Kota Mekah ke Masjidil Aqsa di Palestina yang berjarak lebih dari 1200 km. Ketika itu, belum ada tekhnologi pesawat terbang seperti saat ini.
Isra’ Mi’raj ini tidak hanya berada pada dimensi aqali (rasio). Menurut Ibnu Arabi seperti yang dijelaskan William Chittick (2010), sebuah peristiwa dapat dibagi dalam tiga kategori: (1) peristiwa aqali yang dapat dinalar melalui rasio atau akal; (2) peristiwa intuitif dari olah rasa atau batin; (3) peristiwa yang bersifat misteri (asrār). Isra Mi’raj berada pada wilayah asrar (misteri).
Peristiwa asrār ini secara tiba-tiba. Bisa melalui mimpi atau kejadian-kejadian unik lainnya. Sebut saja misalnya mimpi yang dialami Nabi Ibrahim ketika diperintahkan menyembelih putranya, Nabi Musa yang dapat membelah lautan, ataupun Nabi Ibrahim yang tidak mempan dibakar api yang besar.
Editor : Muhammad Andi Setiawan