get app
inews
Aa Text
Read Next : Sarasehan Alumni Fakultas Syariah UIN Salatiga: Penguatan Peran Alumni Menuju Indonesia Emas 2045

Sang Perintis TNI AU, Kisah Iswahyudi yang Rela Gagal Jadi Dokter Demi Bisa Terbang di Langit

Selasa, 16 Agustus 2022 | 11:30 WIB
header img
TNI AU, (Foto : Okezone.com)


Dalam sekejap, Asia Tenggara jatuh ke tentara Jepang. Bangsa Nipon itu pun menduduki Indonesia. Oleh pemerintah Hindia Belanda, Iswahyudi direkrut dan dilarikan ke Australia.

Di Australia, putra terbaik asal Kota Surabaya ini diberikan pelatihan menerbangkan pesawat. Iswahyudi dipersiapkan untuk ikut dalam operasi-operasi udara militer Belanda dan sekutunya. Namun, Iswahyudi diam-diam menolak penugasan ini. Sebagai jalan keluar, pada 1943, ia memilih kabur pulang ke Indonesia dengan menggunakan perahu karet.

Tiba di Surabaya, bukan tanpa tantangan dan risiko. Ia bahkan sempat ditahan oleh otoritas setempat kala itu, lantaran dicurigai sebagai mata-mata Belanda. Beruntung, ia berhasil bebas atas bantuan teman temannya. Bahkan Iswahyudi diterima sebagai pegawai pemerintah Kota Surabaya, yang saat itu di bawah kendali Jepang.

Dinamika perang kian cepat. Jepang akhirnya menyerah kalah setelah Kota Nagasaki dan Hiroshima luluh lantak oleh bom atom. Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1946. Bersamaan dengan itu, Iswahyudi dan para pemuda yang lain berjuang mempertahankan Kota Surabaya dan merebut kantor-kantor yang masih dikuasai Jepang. Iswahyudi memimpin para pemuda memasang bendera merah putih di Kantor Jawatan Kereta Api.

Pada Desember 1945, Iswahyudi bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Jawatan Penerbangan di Yogyakarta. Di sini dia diangkat sebagai pembantu utama Adisucipto karena kecakapannya.

Setelah beberapa lama ia ditempatkan di Yogyakarta, ia kemudian diserahi jabatan sebagai komandan Pangkalan Udara Gadut, dekat Bukittinggi, Sumatera Barat. Di tempat baru ini, Iswahyudi bersama Abdul Halim Perdanakusuma mulai membentuk dan menyusun organisasi Angkatan Udara di Sumatera.

Selanjutnya, dia diberi tugas khusus untuk menjalin hubungan udara dengan begara-negara lain guna mendapatkan senjata. Untuk melaksanakan tugas ini, pada 14 Desember 1947, Iswahyudi bersama Halim Perdanakusuma terbang ke Bangkok, Thailand. Mereka terbang dengan menggunakan pesawat Avro Anson bernomor registrasi RI-003.

Nasib nahas menimpa keduanya saat perjalanan pulang ke Indonesia. Itu terjadi ketika pesawat melintas di atas Negara Bagian Perak, Semenjung Malaya atau Malaysia. Cuaca buruk, kabut tebal dan angin kencang mengguncang Avro Anson RI-003 hingga jatuh.

Editor : Muhammad Andi Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut