"Assalamualaikum...Selamat Datang di Madinah...."
Salam kedatangan nan penuh kehangatan dan lembut itu terucap dari mulut Rahaf, Sabtu (4/6/2022) pagi. Rahaf adalah gadis Saudi murni. Studinya juga bukan berkaitan dengan Indonesia. Namun, siang itu, Rahaf dengan begitu ramah menyambut jamaah Indonesia yang berasal dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah.Dan, Rahaf bukan seorang diri.
Di sepanjang Terminal Haji Bandara Internasional Amir Muhammad bin Abdul Azis Madinah (AMAA) menuju paviliun, pagi menjelang siang itu, ada lebih dari selusin gadis-gadis cantik yang berjejer di tiap sudut. Mereka semua menyambut hangat, mengarahkan jalan dan terakhir memberikan makanan dan minuman ringan kepada tiap jamaah. Tak hanya jamaah Indonesia, semua diberikan layanan sama oleh gadis-gadis yang diperkerjakan khusus oleh otoritas bandara selama musim haji tersebut. Tanpa batas waktu, pagi, siang dan malam.
Rahaf adalah potret Saudi hari ini. Meski masih gadis cukup muda, dia begitu percaya diri berinteraksi dengan kaum laki-laki. Pun, dia tak canggung menyapa ratusan ribu orang dari latar belakang beragam yang sebelumnya tak pernah dikenalnya. Pakaian abaya hitam yang mereka kenakan dipadu dengan sepatu sneakers merek terkenal membuat penampilan mereka anggun sekaligus stylish.
Satu dasawarsa silam, membayangkan ada seorang Rahaf berdiri tegak dengan wajah mengumbar senyum di tempat umum rasanya menjadi hal yang sangat mustahil. Pelayanan di bandara kala itu pun terasa kaku, monoton dan tentunya ujungnya menjenuhkan. Belum lagi dengan model layanan petugas laki-lakinya yang seolah 'sak karepe dewe'. Ujungnya, orang masuk ke Saudi sudah seperti diteror lebih dulu dengan layanannya yang kurang sat set.
Ini menjadi gambaran lumrah, namun sekaligus memicu kejengkelan tak berkesudahan, termasuk bagi jamaah haji. Bahkan hingga tujuh tahun silam, jamaah menghabiskan waktu berjam-jam di dalam bandara setiba pesawat mendarat adalah hal biasa. Belum ada inovasi besar.
Ya, Saudi saat itu adalah dunia dominasi laki-laki. Sehingga membayangkan adanya Rahaf-Rahaf seperti tahun ini adalah layaknya khayalan. Namun semua menjadi berubah ketika reformasi layanan yang merupakan bagian dari Visi Saudi 2030 dan dikobarkan oleh Pangeran Muhammad bin Salman benar-benar dijalankan. Tepat sejak 25 April 2016 itu, semuanya pun perlahan berubah.
Tak hanya pada potret Rahaf, haji tahun ini adalah sejatinya bagian tahapan Saudi menguji kekuatan Visi 2030-nya. Haji 2022 juga istimewa karena sarat dengan sejarah lantaran digelar di tengah pandemi Covid-19. Kita tahu, meski sudah ada tren melandai, Covid-19 hakikatnya belum benar-benar lenyap di muka bumi ini.
Namun faktanya, tantangan besar menghadapi Covid-19 ini tak lantas membuat Saudi ciut nyali. Dengan berani, pada 8 April lalu, pemerintah Saudi memproklamirkan dibukanya lagi pintu haji. Ini tentu bukan kebijakan mudah. Apalagi saat itu, Saudi baru saja bisa bernapas usai dihajar gelombang virus korona. Namun Saudi berketetapan hati. Haji dibuka dengan kuota 1 juta orang.
Rasanya sepanjang pandemi ini, belum ada negara berani membuat kebijakan yang tergolong ekstrem ini. Memang banyak negara akhir-akhir ini perlahan membuka pintu wisata bagi turis asing. Namun mempertemukan sekitar 1 juta orang dari berbagai negara dalam satu waktu dan tempat, jelas belum pernah ada.
Saudi pun tidak serampangan. Semisal berdalih membuka kuota banyak itu demi membangkitkan perekonomiannya yang lesu. Gelaran haji sangat terbatas yang pernah digelar pada 2020 dan 2021 setidak-tidaknya jadi barometer dan modal awal bahwa pola pengendalian wabah selama ini tak salah. Bahkan saking begitu ketatnya Saudi menjalankan protokol kesehatan pada haji 2021 dan tidak menimbulkan bahaya terhadap jiwa jamaah, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pernah memberikan apresiasi yang tinggi. Ya, semacam pujian.
Praktis, haji tahun ini yang sudah di depan mata ini selain bagian ukiran sejarah dunia juga hakikatnya menjadi reputasi Saudi. Dengan berbagai strategi yang disiapkan seperti batasan usia, kewajiban vaksin, PCR, hingga pengaturan beribadah di Tanah Suci, Saudi jelas tampak tidak gegabah.
Saudi justru mengajak dunia untuk bersama termasuk Indonesia yang kebagian kuota 100.051 jamaah mengendalikan wabah tanpa menghilangkan kewarasan manusia, termasuk kewajiban dalam beribadah.
Oleh : Abdul Hakim
Jurnalis KORAN SINDO, Anggota Tim Media Center Haji 2022
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait