CHINA,iNews.id - Dalam sebuah platform Weibo yang mirip Twitter di China memperlihatkan video rekaman seorang anak laki-laki yang dikurung di kereta dorong.
Video rekaman selama 12 detik itu menunjukkan anak laki-laki itu terlihat melalui kisi-kisi kandang.
Dalam rekaman itu, sebuah tanda muncul untuk mengaburkan kandang dari orang yang lewat. Tanda tersebut menunjukkan bahwa operator kereta dorong menjual es jelly rasa, sejenis makanan penutup.
Dalam sebuah wawancara dengan outlet media China Wanxiang News, ibu yang tidak disebutkan namanya dari anak laki-laki dari Tongren di provinsi barat daya Guizhou mengatakan bahwa dia tidak punya pilihan selain membawa anaknya yang berusia 2 tahun untuk bekerja.
Wanita itu mengatakan kepada Wanxiang News bahwa keluarganya miskin dan dia tidak mampu mengasuh anak. Dia mengatakan dia juga membutuhkan cara untuk memastikan anaknya tidak berlarian dan mendapat masalah ketika dia tidak mengawasinya. Karena itu, dia membutuhkan kandang.
Berbicara dengan outlet media China Xi'an Broadcast, wanita itu mengatakan bahwa dia bekerja sekitar delapan jam sehari.
"Kami tidak punya uang. Setiap kali tiba waktunya untuk membeli susu bubuk, kami tidak punya uang tunai. Kami makan satu kali, dan tidak ada uang tersisa untuk yang berikutnya," terangnya.
Dia menambahkan bahwa anak itu tidak dapat ditinggal bersama ayahnya karena dia "tidak peduli" dan menghabiskan seluruh waktunya bermain game online.
"Saya mencoba membiarkannya keluar ketika tidak ada pelanggan di sekitar. Saya tahu anak saya sangat menderita,” lanjutnya.
Tahun lalu, Presiden China Xi Jinping mengklaim bahwa China telah menghapuskan kemiskinan ekstrem, dengan mengatakan bahwa pemerintahnya telah mengangkat "98,99 juta orang" di daerah pedesaan yang miskin dari kemiskinan.
Pada tahun yang sama, pemerintah China mendorong pasangan untuk memiliki lebih banyak anak, memberlakukan perubahan kebijakan penting untuk memungkinkan orang memiliki hingga tiga anak. Tetapi banyak pasangan di China mengatakan mereka tidak mampu untuk memulai keluarga, sebagian karena tingginya biaya membesarkan anak.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait