INDONESIA pernah dijajah oleh berbagai negara dalam kurun waktu yang lama. Saat melawan penjajah, rakyat Indonesia tidak memiliki persenjataan yang mumpuni. Sementara, musuh yang dihadapi rakyat menggunakan sederet persenjataan canggih, seperti senjata api.
Meski demikian, kondisi tersebut tidak meruntuhkan semangat juang rakyat dalam melawan penjajah. Berbekal kemampuan dan alat yang ada di sekitar, rakyat Indonesia menggempur penjajah.
Berikut senjata tradisional yang digunakan rakyat dalam perang melawan penjajah:
Golok
Seperti yang kita ketahui, golok digunakan oleh Kapiten Pattimura dan si Pitung dalam melawan penjajah. Senjata tradisional ini digunakan untuk pertarungan jarak pendek saat melawan penjajah.
Berasal dari Betawi, fungsi golok hingga kini tidak berubah di masyarakat Betawi, yakni masih digunakan sebagai alat bela diri. Golok sangat berperan dalam mencegah VOC merampas tanah rakyat yang tak sanggup membayar upeti atau pajak.
Peristiwa ini terjadi di beberapa lokasi, misalnya di Condet pada tahun 1916. Golok terbuat dari kayu keras pada gagangnya, serta besi atau baja yang sangat tajam di bagian bilah.
Saat ini golok terbagi ke dalam dua jenis, yaitu golok kerja atau golok dapur yang digunakan untuk aktivitas rumah tangga dan golok simpanan (simpenan) yang biasa untuk penyembelihan hewan atau diselipkan di pinggang pria Betawi dengan tujuan untuk berjaga-jaga.
Belati
Ketajaman belati tidak perlu diragukan lagi. Senjata tradisional ini digunakan oleh para pejuang untuk melawan penjajah. Belati menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Betawi dan Papua.
Di Papua, belati terbuat dari tulang burung kasuari yang diruncingkan bagian ujungnya dan dihiasi dengan bulu burung kasuari di gagangnya. Warga menggunakan belati untuk berburu.
Sementara di masyarakat Betawi, belati terbuat daro besi dan dilengkapi dengan sarung. Biasanya digunakan oleh para pejuang sebagai senjata lempar atau senjata jarak jauh.
Oleh karena itu, para jawara yang menggunakannya harus memperhatikan jarak dan posisi lawan agar tepat sasaran.
Parang
Parang menjadi salah satu senjata yang banyak digunakan di berbagai wilayah Indonesia. Bentuknya menyerupai golok, namun ukurannya jauh lebih besar. Parang banyak digunakan untuk membantu petani dalam melakukan aktivitas di sawah.
Senjata ini juga menjadi andalan rakyat saat melawan penjajag. Tangkai parang terbuat dari kayu nangka dan diikat oleh besi agar tidak mudah copot. Pangkalnya memiliki lebar 3 cm, sedangkan tangkainya berdiameter 2,5 cm.
Keris
Keris merupakan senjata khas dari Jawa Tengah. Namun, wilayah lain di Indonesia juga memiliki keris, seperti di Bali. Gagang keris memiliki ukiran dan bentuk matanya meliuk-liuk. Bentuk ini bukanlah hal yang tidak memiliki fungsi.
Keris digunakan sebagai alat tusuk karena ciri khas bentuknya yang dapat merobek isian tubuh saat keris menancap. Dahulu keris merupakan senjata rakyat dalam berjuang mengusir penjajah.
Saat ini, keris hanya digunakan menjadi pelengkap busana daerah dalam upacara adat atau sebatas koleksi.
Rencong
Rencong merupakan senjata khas daerah Aceh. Para pahlawan nasional yang berasal dari Aceh, seperti Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Cut Meuthia, dan lainnya sering menggunakan rencong sebagai senjata saat melawan penjajah.
Bagi masyarakat, rencong biasa dibawa untuk membela diri jika suatu waktu menemui hal-hal yang tidak diinginkan. Saat ini rencong hanya digunakan sebagai koleksi, cenderamata, atau menjadi simbol atas status sosial seseorang di Aceh.
Bambu Runcing
Seperti namanya, bambu runcing terbuat dari bambu yang diruncingkan ujungnya. Beberapa sumber mengatakan, senjata ini pertama kali digunakan pada tahun 1941 oleh Kiai Subkhi, yang merupakan guru besar Jenderal Soedirman.
Konon bambu yang telah didoakan khusus oleh Kiai Subkhi menjadi salah satu alasan menangnya prajurit Indonesia saat melawan penjajah.
Bambu runcing semakin banyak digunakan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang, karena sering digunakan dalam Latihan di Keibodan, Seinendan, dan Gakutotai. Tentara Jepang menyebutnya dengan istilah takeyari.
Editor : Muhamad Andi Setiawan
Artikel Terkait