JAKARTA,iNews.id - Sri Lanka gagal membayar utang luar negeri senilai USD51 miliar atau setara Rp732 triliun di tengah krisis ekonomi terburuk selama lebih dari 70 tahun terakhir oleh karena itu Pemerintah Sri Lanka meminta warganya yang berada di luar negeri untuk mengirimkan uang ke negaranya demi memenuhi kebutuhan bahan pangan dan bahan bakar.
Gubernur Bank Sentral Sri Lanka Nandalal Weerasinghe mengatakan memerlukan bantuan para warga di luar negeri untuk mendukung negara pada masa genting ini dengan menyumbang devisa. Seruan itu dia sampaikan sehari setelah pemerintah mengumumkan penangguhan pembayaran seluruh utang luar negeri.
Penundaan pembayaran utang ini akan menghemat anggaran Sri Lanka sebesar USD200 juta (Rp2,8 triliun) yang semestinya untuk membayar bunga hutang yang jatuh tempo pada Senin lalu. Anggaran yang ada akan dialihkan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, obat-obatan, serta kebutuhan dasar lainnya yang menipis.
Menurut Weerasinghe, Bank Sentral telah membuat rekening di AS, Inggris, dan Jerman untuk menampung sumbangan dari para ekspatriat.
Dia berjanji kepada para ekspatriat bahwa uang itu hanya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak.
"Bank memastikan bahwa transfer mata uang asing tersebut hanya akan digunakan untuk mengimpor kebutuhan pokok termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan," kata Weerasinghe, dikutip dari BBC Indonesia, Jumat (15/4/2022).
Namun seruan Weerasinghe itu disambut dengan skeptis oleh para warga Sri Lanka di luar negeri.
"Kami tidak keberatan membantu, tetapi kami tidak bisa mempercayai pemerintah dengan uang kami," kata Seorang Dokter Sri Lanka di Australia yang enggan disebutkan namanya.
Seorang ekspatriat lainnya yang bekerja sebagai ahli perangkat lunak mengatakan bahwa dia tidak yakin uang yang disumbangkan akan dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan.
"Ini bisa berakhir seperti dana tsunami," katanya mengacu pada bantuan jutaan dolar yang diterima Sri Lanka setelah tsunami pada Desember 2004 merenggut nyawa setidaknya 31.000 orang.
Sebagian besar sumbangan dana dari asing yang semestinya untuk para korban tsunami dikabarkan justru berakhir di kantong para politisi, termasuk Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa yang dipaksa mengembalikan dana bantuan yang dikreditkan ke rekening pribadinya.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait