Isra' Mi'raj Menumbuhkan Kesadaran Spiritualitas Umat Manusia

Tim iNews.id
perjalanan isra' Mi'raj Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa.(Foto/Pixabay)

Peristiwa nan agung isro’ mikroj  merupakan sebuah perjalanan spiritual baginda Nabi agung Muhammad SAW dimulainya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa yang didalamnya terdapat dramatik serta fantastik. Dalam perjalanan nan agung tersebut baginda Nabi Muhammad SAW kurang dari satu malam melakukan perjalanan menembus rolong lapisan-lapisan spiritual yang panjang nan juah sampai puncak sidratil Muntaha. Perjalanan spiritual baginda Nabi Muhammad sekejap namun memiliki memori yang panjang dan berhasil menyalin selama pengalaman-pengalaman spiritual dalam setiap kejadian dalam perjalanan.

            Isra’ mikroj merupakan bagian dari salah satu peristiwa besar umat Islam yang terjadi sepanjang umat. Peristiwa ini merupakan bagian penting didalam ajaran Islam, dengannya peristiwa Isra’ mikraj tersebut terabadikan dalam kitab suci al-Qur’an surat al Isra’ ayat : 1

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

   “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lama Maha mengetahui”. (QS. al-Isra’: 1)

Di Negara Indonesia yang kita ketahui bersama mayoritasnya beragama Islam  terbesar di dunia, begitu menghormati peristiwa tersebut dan bahkah dijadikan sebuah libur nasional. Adanya penentuan atau penetapan hari libur dalam peringatan Isra’ mikraj bukan tanpa arti melainkan perlunya pemahaman lebih dalam lagi yang mana di tengah-tengah kesibukan dalam menjalani rutinitas sehari-hari seyogyanya ada sebuah hari untuk disisipkan untuk memaknai peristiwa perjalanan panjang baginda Nabi Muhammad SAW terkhusus umat muslim.

Kesadaran spiritualitas dalam persepektif Islam berhimpitan dengan kesadaran manusia. Artinya apa? Dalam memaknai spiritualitas yang mana semakin tinggi akan kesadaran keberagamaan manusia, maka seharusnya semakin tinggi juga akan kualitas kemanusiaannaya.

Pernyataan tersebut relevan dengan apa yang di tauladankan oleh baginda Nabi Muhammad SAW didalam perjalanan mikrojnya ketika beraudiensi langsung kepada Allah SWT. Bagi Nabi Muhammad SAW perjalanan mikrojnya manusia ke Sidrotil Muntaha bukanlah bagian dari upaya pendakian spiritual berpaling dari tanggung jawab kemanusiaan, namun lebih dari itu dengan perjalanan mikrajnya Nabi Muhammad SAW terjalin komunikasi kehendak yang suci nan mulia serta orientasinya berada di bumi.

Dengannya dapat dipahami nilai kemanusiaan hanya bisa dipahami ketika semua perilaku lahir batinnya diorientasikan kepada Tuhan, dan pada saat bersamaan juga membawa implikasi nyata terhadap upaya meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan.

Dengannya bila Ridla Tuhan tidak lagi menjadi bagian dari pusat orientasi. Maka dapat dipastikan kualitas motivasi menjalani kehidupan menjadi rapuh, serta manusia dapat terperangkap dalam posisi bermusuhan melawan tranformasi kultural, sehingga manusia dalam posisi yang kalah. Tingkat keyakinan serta perasaan akan kehadiran Allah yang maha Esa dapat memberikan dorongan kekuatan pengendalian, moral serta kedamaian hati manusia. Dengan demikian manusia akan senantiasa merasa dalam dirinya akan kehadiran Tuhan yang maha Esa, bukan hanya dalam putaran dunia yang kita ketahui bersama tidak ada ujung pangkalnya.

Dalam konteks ini perlu halnya mengingat pesan dari al-Imam al-Ghazali dalam karyanya  yang terkenal sampai saat ini dan banyak dikaji diberbagai kalangan yaitu kitab Ihya’ Ulumuddin dalam ucapannya al-Imam Ghazali mengatakan bahwasanna:  “Aktivitas kemanusiaan yang tidak diterangi cahaya Ilahi, bagaikan orang berjalan di atas lorong setan yang gelap, dan orang yang hanya sekedar percaya kepada Tuhan, tetapi tidak menumbuhkan sifat-sifat atau nilai spiritual-religius di dalam dirinya, maka ia bagaikan iblis yang bergentayangan”.

Maka dengan demikian, visi ketuhanan serta kemanusiaan yang berakar pada setiap manusia harus berimplikasi didalam nilai perilaku manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. hal inilah yang diajarkan dalam perbuatan ibadah shalat buah dari hasil perjalanan panjang baginda Nabi Agung Muhammad SAW.

Oleh: Abdul Khamid

Dosen IAIN Salatiga

Editor : Muhammad Andi Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network