DEMAK,iNewsSalatiga.id - Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI PWNU) Jawa Tengah mensosialisasikan mandat Muktamar NU ke-33 Jombang terkait amanat madrasah diniyah (madin) dan pesantren merupakan wilayah khidmah RMI. Halaqah bertajuk “Penguatan Madrasah Diniyah Nahdlatul Ulama di Tingkat MWC NU dan Sosialisasi Perda Pesantren” bertempat di pondok pesantren Tahfidzul Qur’an (PPTQ) Asnawiyah Pilangwetan, Kebonagung hadir Ketua Majelis Wakil Cabang (MWC) dan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Karesidenan Semarang.
“Pagar betis Indonesia, Nahdlatul Ulama yang tidak lain ditopang pondok pesantren dan madin-madin yang ada,” papar KH. M. Arif Jatmiko perwakilan dari RMI PWNU Jateng.
Madin mengajarkan hal-hal mendasar dalam beragama. Ilmu alat, ibadah hingga menulis Arab pegon diajarkan guru-guru yang memiliki semangat tinggi mendidik dan mengajar dengan ikhlas. Kurikulum madin mengajarkan Islam moderat, nilai-nilai toleransi, keadilan, berimbang dengan berbagai implementasi langsung diajarkan dan dipraktekkan.
Disisi yang lain arti khidzmah yaitu berbasis nilai ikhlas dan pelayanan kepada umat yang perlu diwariskan dari sistem pendidikan Madin. Karena memang secara berkelanjutan alumni pondok pesantren kembali ke masyarakat mengajarkan ilmu dari pesantren khidzmah lewat madin ini.
Mulai 2021, RMI PWNU Jateng atas restu Rois Syuriyah dan Ketua PWNU Jateng telah melakukan silaturrahim ke daerah bertemu dengan PCNU, Pengurus RMI PCNU dan perwakilan kepala madin untuk mensosialisasikan madin NU yang di bawah koordinasi RMI. Namun, ternyata masih dirasa kurang dan belum tersampaikan ke tingkat paling bawah yaitu tingkat pengurus MWC dan ranting.
KH. Sa'dullah Fatah, pengasuh PPTQ Asnawiyyah mewakili shohibul bait menyatakan ada 14 kecamatan terdapat 600 lebih madin tapi yang masuk RMI hanya 25%, perlu dibuat perhatian karena kurangnya kepedulian dengan madin NU sendiri, yang notabenya rata-rata pemimpin madin merupakan pengurus NU, maka perlu sosialisasi kepada pengurus MWC untuk memberi dorongan bersama-sama memperbesar dan menguatkan NU. Salah satunya dengan mengikutkan madin kebawah naungan NU / RMI, karena perlu disadari, bahwa benteng NU tidak cukup dengan perkumpulan- perkumpulan NU seperti manaqiban tahlilan tapi harus dibentengi dengan ideologi NU yang dikuatkan dengan madrasah NU itu sendiri.
“Penting untuk lebih memberi dorongan dan sosialisasi untuk memasukkan madin di bawah naungan NU guna bersama sama gotong royong membesarkan NU,” tandas KH. Sa'dullah Fatah.
H. Mahsun Wakil Ketua PWNU membenarkan RMI tidak cuma menaungi pondok pesantren tapi juga ditambah madrasah diniyah. Dalam Madin terdapat ula, wustha dan ulya. Seharusnya jika ada anak yang tidak bisa masuk pondok pesantren, madrasah diniyah menjadi solusi dengan 6 tahun ula, 3 wustha dan 3 ulya selaras dengan SD, SMP dan SMA.
“Karena harus kita akui pesantren adalah salah satu benteng kuat NU maka perlu kita kawal untuk tetap eksis dalam tafaqquh fiddin, dengan bermacam macam kekhasan masing-masing dan sesuai latar belakang pengasuh masing-masing. Tentu agar menghasilkan sumberdaya manusia yang mau tafaqquh fiddin”, terang dosen UIN Walisongo ini.
Meskipun banyak pengurus NU yang sudah sarjana, jangan terlenakan, yang akar bawah rumput juga harus diurus, jangan sampai RMI-nya semangat tapi bawahnya tak terurus.
Perda Pesantren
Sosialisasi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah nomor 10 Tahun 2023 tentang Fasilitasi dan Sinergitas Pengembangan Pesantren disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah H. Sukirman. Hadir pula wakil ketua dari Fraksi PKB Denny Septiviant dan anggota Hj. Nur Sa'adah. Perda ini ditetapkan dan diundangkan pada 23 Oktober 2023.
Perda ini merupakan respon atas UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren (UUP). Amanat dari UUP ini bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah dan lembaga pemberdayaan masyarakat, mendapat rekognisi, afirmasi dan fasilitasi dari pemerintah. (Mukhamad Zulfa/085327647490)
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait