Manusia Mulia Karena Adab, Bukan Karena Nasab

Tim iNews.id
Dosen Pascasarjana UIN Salatiga, pengasuh PP Annur pabelan Kab Semarang, Dr. H. Mukh Nursikin, M. Si (Foto : Dok)

ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَـقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْۤ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا
wa laqod karromnaa baniii aadama wa hamalnaahum fil-barri wal-bahri wa rozaqnaahum minath-thoyyibaati wa fadhdholnaahum 'alaa kasiirim mim man kholaqnaa tafdhiilaa

Artinya: "Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 70)

Manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan Allah SWT dengan sebaik-baik bentuk (fi ahsani taqwim) Karena kemuliaannya itu, Allah Swt bahkan, memerintahkan kepada para malaikat dan jin untuk bersujud kepada manusia pertama, yakni nabi Adam AS.

Pertanyaannya, bagaimana seharusnya manusia bisa memaknai kemuliaan yang di berikan Allah SWT?

Manusia dinilai sebagai makhluk yang paling mulia. Bahkan lebih mulia dibandingkan malaikat yang menjadi makhluk paling mulia di langit.

“Apa sebab? Karena Allah Swt lebih memilih manusia dibandingkan setan dan malaikat untuk menjadi wakilnya di muka bumi (khalifah fil ard).


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


وَاِ ذْ قَا لَ رَبُّكَ لِلْمَلٰٓئِكَةِ اِنِّيْ جَا عِلٌ فِى الْاَ رْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَا لُوْۤا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ ۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَـكَ ۗ قَا لَ اِنِّيْۤ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ


"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30).

Dalam Alqur'an, Allah Swt menyebut manusia dengan beragam istilah, diantaranya adalah Annaas ada sebanyak 241 (dua ratus empat puluh satu) kali dalam alQur’an, bani Adam disebutkan tujuh (7) kali dalam al-Qur’an, kata al-insan sebanyak 65 (enam puluh lima) kali, Al-ins se banyak 18 (delapan belas) kali, dan kata Basyar sebanyak 35 (tiga puluh lima) kali.

Kata-kata tersebut merupakan keunikan yang dimiliki manusia karena perpaduan antara dimensi fisik dan psikis yang ada dalam diri manusia. Ketika manusia mampu menuntun dirinya menuju Tuhan dengan berpedoman pada ajaran Ilahiyah, maka manusia akan menjadi makhluk mulia.

Perpaduan kedua aspek (fisik dan psikis) tersebut juga mampu membentuk manusia sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengembangan ilmu pengetahuan, dan membentuk peradaban. Kedua unsur tersebut harus membentuk harmonisasi yang sempurna dalam iman (takwa) dan amal saleh.


Berdasarkan perpaduan tersebut, manusia sebagai makhluk sempurna yang memiliki kemulian dibandingkan dengan makhluk lainnya, manusia dapat melakukan berbagai jenis aktivitas dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan nilai-nilai Ilahiyah (ketuhanan) sehingga manusia diberikan amanat oleh Allah Swt sebagai khalifah.

Kemuliaan manusia ketika menggunakan akal dan hatinya dapat mencapai derajat takwa. Derajat golongan yang memiliki keimanan, ketaatan, mawas diri, ilmu, dan tentunya juga akhlak atau adab. Karakter mulia berkumpul dalam manusia yang yang disebut takwa. Manusia takwa adalah manusia yang sudah mencapai prestasi ilmu, iman dan adab yang mulia yang mencerminkan prilaku Ilahiyah dalam hidupnya.


Kemuliaan manusia itu adalah dengan adab (budi pekerti) yang baik yang selalu terinternalisasi dalam diri, bukan kemulyaan itu diraih dengan sebab nasab atau silsilah keluarga (‎الشَّرَفُ بِالأَدَبِ لاَ بِالنَّسَبِ). “‎Membanggakan nasab, dipanggil gus karena anaknya kiai, dipanggil sultan karena anaknya orang kaya, dipanggil raden karena anaknya bangsawan dan masih banyak lagi, kalau tidak punya adab (akhlak mulia), berperilaku tanpa aturan agama, membanggakan diri, apalagi tanpa capaian prestasi, justru membuat malu keluarga (nasab).

Rosulullah Saw. adalah manusia mulia. Beliau telah mengajarkan akhlak mulia (adab) yang tiada tandingannya untuk kita teladani dan kita ikuti. Marilah kita contoh aklak dan adab Rasulullah Saw. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah Swt yang istiqomah mengikuti petunjuk Allah Swt dan Rasulullah Saw dalam memelihara akhlak mulia di dalam diri kita, sehingga akan tercermin manusia- manusia mulia dan dirahmati Allah Swt. Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin.

Oleh: Dr. H. Mukh Nursikin, M. Si.
(Dosen Pascasarjana UIN Salatiga, pengasuh PP Annur pabelan Kab Semarang).


Editor : Muhammad Andi Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network