JAKARTA,iNews.id - Indonesia pernah memiliki putra bangsa yang sangat berjasa mengembangkan Indonesia. Namanya adalah Sintong Panjaitan, salahsatu perwira terbaik yang pernah dimiliki negeri ini. Nama Sintong Panjaitan memang tidak sementereng tokoh TNI AD lainnya, seperti Tri Soetrisno, Wiranto, Prabowo Subianto, ataupun Luhut Panjaitan.
Dalam perjalanan kariernya sebagai seorang prajurit TNI selama hampir 30 tahun, mantan Danjen Kopassus ini menerima kurang lebih 20 perintah operasi/penugasan di dalam dan luar negeri. Salah satunya yang cukup dikenal adalah saat ditugaskan dalam peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla dan pembebasan sandera di Bandara Internasional Don Muang, Bangkok, Thailand.
Ditunjuk sebagai komandan pasukan penyerbu, Sintong bersama pasukannya berhasil melumpuhkan teroris hanya dalam waktu 3 menit. Tak pelak, membuat reputasi militer Indonesia melambung di mata dunia. Namanya pun semakin diperhitungkan di dunia militer.
Ketika menjabat Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif), Sintong yang kala itu masih berpangkat Brigjen mengemban tugas melakukan reorganisasi Pussenif. Termasuk membuat soft ware dengan jalan mengganti buku petunjuk infanteri yang pada waktu itu telah ketinggalan zaman.
Dalam menyusun buku petunjuk infanteri baru, Sintong melakukan wawancara dengan para komandan di tingkat brigade, batalyon, dan kompi untuk memberi masukan. Selain itu, Sintong dalam kunjungannya ke berbagai negara juga mempelajari masalah pendidikan dan latihan. Salah satu yang membuatnya sangat tertarik pada waktu berkunjung di Republik Demokrasi Vietnam.
Ketika Sintong meninjau Akademi Militer di Hanoi, pada awalnya ia sangat kasihan melihat asrama taruna akademi yang sangat sederhana. "Mereka hanya tidur beralaskan papan di tempat tidur dua susun, tanpa kasur, dan tanpa bantal. Pakaian yang mereka miliki hanya tiga stel dan mereka hanya mengenakan sandal jepit yang pada tahun 1965 dikenal di Indonesia dengan sebutan sandal Ho atau sandal Ho Chi Minh," ujar Sintong dikutip dari buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando", Senin (12/9/2021).
Akan tetapi, Sintong menjadi tercengang setelah menyaksikan tempat pelajaran praktik. Segala macam peralatan senjata untuk keperluan praktik, disediakan dengan sangat lengkap. Bermacam-macam peluru kendali dari senjata panggul antitank RPG-7V sampai AT-3 Sagger digelar di tempat praktik. Demikian pula berbagai jenis senjata ringan sampai mortir berat M 240 kaliber 240mm.
Ada juga peluru kendali antipesawat terbang dari senjata panggul SA-7 Strella untuk menembak pesawat yang terbang rendah sampai SAM-2 Guideline untuk menembak pesawat yang terbang sangat tinggi, serta berbagai jenis artileri pertahanan udara. Selain itu, tersedia juga artileri medan berupa howitzer serta MLRS (Multiple Launch Rocket System) BM 21 kaliber 122mm di tempat praktik.
Para taruna akademi militer, mengusai dengan baik segala macam senjata yang menjadi standar senjata Angkatan Darat Vietnam. Segala hal yang diperlukan untuk mendidik taruna akademi menjadi tentara profesional, telah disediakan secara lengkap di tempat pelajaran praktik.
Sintong yang semula prihatin terhadap fasilitas taruna Akademi Militer Vietnam, berbalik menjadi sangat menghargai dan memujinya. Medan latihan militer lebih mencengangkan lagi, karena sangat luas. Medan latihan ini bukan saja dapat digunakan latihan tempur tingkat batalyon atau brigade, tetapi juga dapat digunakan untuk latihan tempur tingkat divisi, lengkap dengan dukungan kavaleri, artileri yang melakukan tembakan dengan menggunakan peluru tajam kaliber berat.
"Inilah sesungguhnya medan latihan yang diperlukan untuk membentuk prajurit profesional," kata Sintong bergumam dalam hati. Sintong melihat di TNI banyak kantor bagus pakai AC tetapi tidak memiliki tempat latihan militer yang memadai.
TNI AD sangat sukar mencari medan latihan, karena medan yang dipakai telah ditempati penduduk untuk mendirikan perumahan. Banyak medan latihan yang semula digunakan untuk latihan, bukan milik TNI AD. Untuk mencari medan latihan tingkat kompi saja, sudah sulit. Apalagi untuk tingkat batalyon atau brigade.
Lulusan Akademi Angkatan Udara (AMN) tahun 1963 ini berpendapat bahwa unjuk kemampuan memecahkan balok es atau setumpuk batu bata dengan tangan kosong yang dilakukan TNI tidak terlalu penting.Sesuatu yang jauh lebih penting ialah menyelenggarakan pemantapan latihan regu sampai tingkat brigade secara lengkap, untuk membentuk satuan militer yang tangguh dan profesional di medan tempur.
Sekembalinya ke Tanah Air, perhatian Sintong tertuju pada medan latihan militer, karena daerah latihan Pussenif telah berubah menjadi kampung atau fasilitas lainnya. Dengan demikian Sintong mengambil langkah untuk menggunakan medan latihan militer di Baturaja, Sumatera Selatan, yang pernah dirintis oleh Letjen TNI Gatot Subroto, Wakil KSAD.
Semula Sintong telah merencanakan Baturaja sebagai medan latihan Kopassus, tetapi kemudian ia menggunakannya sebagai daerah latihan Pussenif. KSAD Jenderal TNI Edi Sudradjat sangat berambisi mengembangkan medan latihan di Baturaja. Hampir tiap bulan KSAD didampingi oleh Sintong meninjau medan latihan di Baturaja yang dibuka lapangan terbang untuk pesawat Hercules.
Medan latihan di Baturaja sangat luas, mungkin selebar 40 sampai 50 km, sehingga dapat digunakan latihan tempur oleh pasukan berkekuatan satu brigade dengan dukungan kavaleri, artileri yang melakukan tembakan dengan menggunakan peluru tajam kaliber berat.
Batalyon di tiap Kodam dapat digilir melakukan Satihan tempur selama satu bulan di Baturaja, dengan diangkut pesawat Hercules. Tetapi sesuatu yang membuat Sintong kecewa, tampaknya pembangunan medan latihan militer di Baturaja tidak dilanjutkan lagi oleh TNI AD.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait