Jeddah,iNews.id - Tepat pukul 18.09 waktu Arab Saudi, sesosok laki-laki dengan tinggi tampak serius berdiri di depan sebuah pintu kecil salah satu restoran di kompleks Terminal Haji Bandara Internasional King Abdul Azis, Jeddah. Meski tampak agak tegang, dia berupaya tetap enjoy.
Dandanannya begitu kasual. Bercelana training warna biru, atasan kaus merah, plus dipadu rompi hitam membuatnya tampak kontras dengan sekitarnya. Topi dan kacamata hitam yang diselaraskan sepatu sneakers hitam makin membuat sosok laki-laki itu tampak gagah nan sporty.
Laki-laki berperawakan kurus ini bukanlah sembarang orang. Dia adalah Fahad Esam Bobsait, Presiden Direktur Golden Guest Restaurant, perusahaan katering yang digandeng untuk penyediaan salah satu makanan jamaah haji tahun ini. Tugas Golden Guest adalah menyediakan makanan bagi seluruh jamaah gelombang dua setibanya di Bandara King Abdul Azis Jeddah.
Konsumsi ini penting karena bisa cepat dimakan jamaah setelah cukup lelah lantaran baru saja menjalani perjalanan panjang sekitar 10 jam dari Tanah Air.
Fahad juga menjadi sosok penting di balik katering jamaah ini. Sebab, tahun ini Kemenag hanya menggandeng satu perusahaan katering khusus pelayanan di Bandara Jeddah. Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang biasanya diisi oleh dua perusahaan. Begitu besarnya tanggung jawab Fahad, membuat dia bersiaga penuh di dapur katering setiap hari. Lebih-lebih, jika jarak kedatangan antar kelompok terbang pendek, membuatnya serasa dag dig dug.
Gambaran ini seperti terlihat pada Jumat (24/6) sore. Merujuk jadwal, sore itu ada tiga penerbangan yang mendarat berdekatan. Yakni kloter kloter 4 Embarkasi Lombok (LOP) pada pukul 17.00, kemudian kloter 9 Embarkasi Batam (BTH) pukul 17.55 dan kloter 30 Embarkasi Solo (SOC) pukul 19.25.
Di depan pintu restoran pukul 18.09 sore itu, Fahad tengah mengawasi anak buahnya mengangkut dengan cekatan container abu-abu berisi nasi boks jamaah, buah, puding dan air mineral. Tak banyak kata meluncur di mulutnya.
Tiga menit berlalu, muatan mobil troly itu penuh dan kemudian meluncur ke dekat bus yang digunakan untuk mengangkut jamaah dari kloter 9 Embarkasi Batam. “Proses bongkar muat saya targetkan bisa singkat. Paling 5 sampai menit, itu maksimal. Apalagi jarak dapur dengan bus dekat,” ujar Fahad kepada KORAN SINDO.
Jarak penerbangan yang mepet memang menjadi tantangan tersediri bagi Fahad. Sebab dia harus mengatur waktu sebaik mungkin. Targetnya, ketika jamaah tiba, masakan sudah siap saji dan kondisinya masih hangat atau segar.
Untuk menyiasati agar makanan selalu hangat, Fahad tak sekadar mengandalkan kotak penyimpanan besar yang ada di dapurnya. Dia menyiasati dengan memasak seluruh menu tidak lama jelang jamaah tiba. Fahad menjelaskan, beras, ayam, sayur buncis yang menjadi menu utama harian mulai diracik dua jam sebelum pesawat tiba. Untuk memastikan pergerakan pesawat, Fahad pun tak henti memantau lewat aplikasi Flight Radar24. “Selain berkoordinasi dengan tim Kemenag, saya juga pantau terus apakah pesawat tiba maju, on time, delay dan sebagainya,” ujar pengusaha Saudi yang lahir dan besar di Indonesia ini.
Durasi dua jam, menurut dia, sangat cukup. Ini karena Golden Guest Restaurant telah memiliki alat masak berteknologi tinggi yang dalam kurang 1 jam bisa memasak sekitar 100 kilogram beras. Demikian juga untuk menggoreng ayam dan memasak sayur, chef-chef andalannya sudah mahir. Usai matang semuanya, proses pengemasan pun singkat.
Untuk membungkus sekitar 400 nasi boks atau satu penumpang pesawat, butuh waktu maksimal 30 menit. “Karena saya dibantu 38 pegawai yang bekerja dalam dua shift ditambah enam orang di gudang,” jelas alumnus Universitas Islam Bandung (Unisba) ini.
Sesuai kesepakatan dengan Kemenag, menu makan bagi jamaah wajib bercita rasa nusantara. Dengan kebutuhan inilah, Fahad pun merekrut sembilan koki (chef) khusus asal Indonesia. Tak hanya itu, mayoritas pegawainya juga dari Indonesia, sebagian lain dari Pakistan, Saudi dan negara lain.
Soal bahan baku, Fahad yang lahir di Surabaya ini mengakui tak semua bisa dipasok dari Indonesia. Selain waktu pengadaan yang sangat mepet, kesulitan lainnya adalah persaingan harga yang cukup ketat. Namun, khusus sambal dan puding, memang bisa asli buatan Indonesia. Tantangan lain Fahad adalah biaya sewa dapur seluas 85 meter persegi di arena bandara yang sangat tinggi. Namun pengalamannya terjun melayani katering jamaah haji sejak 2017 membuatnya terus melaju ketika mendapatkan order makan bagi 100.051 orang tahun ini.
Guna memastikan kualitas makanan buatannya, tim dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daerah Kerja Bandara juga rutin melakukan pengecekan. Bahkan jelang jamaah perdana gelombang kedua tiba, Minggu (19/6) dini hari, Ketua PPIH Arsad Hidayat mendadak melihat dapur Golden Guest yang lokasinya di antara zona B dan C Terminal Haji.
Ketua Daker Bandara Haryanto menilai, Golden Guest telah memberikan pelayanan kepada jamaah dengan totalitas. Selain menu sesuai kesepakatan, waktu distribusi di bus jamaah juga bisa tepat. Sejak awal Kemenag memang meminta perusahaan katering yang melayani jamaah harus memiliki dapur di bandara. “Memang risikonya mahal, tapi itu demi pelayanan jamaah agar jangan sampai tidak dapat makan, telat dan sebagainya,” jelas Haryanto.
Namun, Golden Guest pun telah menyiapkan sajian darurat jika terjadi kondisi yang tak diinginkan. Sajian darurat itu antara berisi beberapa roti, buah apel, jus, puding dan dua air mineral. “Nilainya sama dengan nasi boks, yakni 18 Riyal. Dan ini tidak menyalahi karena sudah sudah menjadi kesepakatan kontrak Kemenag dan Golden Guest,” timpal Kepala Seksi Konsumsi Daker Bandara Fatmawati. (*)
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait