DALAM Survei yang dilakukan pemerintah satu dari empat jomblo berusia 30-an di Jepang mengaku tidak memiliki minat untuk menikah. Ada berbagai alasan yang membuat para jomblo memilih keputusan tersebut.
Melansir Insider, Minggu (19/6/2022), Kantor Biro Kesetaraan Gender di Jepang telah melakukan survei terhadap 20 ribu responden dari usia 20 hingga 60-an. Hasil survei yang digelar pada Desember 2021 dan Januari 2022 itu menunjukkan, 26,5 persen pria dan 25,4 persen wanita ingin tetap melajang alias menjomblo.
Alasan paling umum dari kedua kelompok umur tersebut adalah ingin tetap bebas tanpa ikatan status menikah. Sementara berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar wanita menolak menikah karena tidak ingin memikul beban pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak. Belum lagi harus melayani pasangan mereka seumur hidup setelah menikah.
Studi juga mengungkap, wanita Jepang enggan menikah karena tidak mau repot mengubah nama belakang mereka. Sebab, hukum sipil Jepang dan hukum daftar keluarga di Jepang mengharuskan satu keluarga memiliki satu nama keluarga, dan biasanya wanitalah yang harus mengganti nama belakang mereka.
Sedangkan bagi responden pria, kurangnya kemampuan finansial dan ketidakstabilan pekerjaan untuk menafkahi kehidupan setelah berumah tangga menjadi alasan utama mereka menghindari pernikahan. Selain alasan itu, 36,2 persen pria berusia antara 20 dan 39 tahun mengaku belum bertemu seseorang yang cocok untuk dinikahi.
Hal itu kemungkinan terjadi karena mereka tidak pernah berkencan. Karena, para peneliti yang melakukan survei menemukan bahwa sekitar 35 persen pria Jepang yang belum menikah berusia 30-an tidak pernah berkencan.
Keputusan untuk menjomblo seumur hidup itu rupanya turut berdampak dalam angka kelahiran di Jepang. Jumlah bayi yang lahir di negara itu turun menjadi 811.604 pada 2021, mencapai rekor terendah untuk tahun keenam berturut-turut dan meluncur lebih cepat dari perkiraan pemerintah pada 2017.
Para ahli pun memperingatkan bahwa bersama dengan populasi negara yang menurun, Jepang mungkin harus bersiap menghadapi kekurangan tenaga kerja dan masalah ekonomi jangka panjang di masa depan karena tingkat kelahiran terus turun.
Editor : Muhammad Andi Setiawan
Artikel Terkait