get app
inews
Aa Read Next : Masyarakat Jakarta Siap-Siap, Minyak Goreng Kemasan 1 Liter Dijual Rp14 Ribu di Jakarta

Problematika Minyak Goreng di Negeri Kaya Sawit

Senin, 28 Februari 2022 | 10:23 WIB
header img
Kelangkaan minyak goreng,(Foto/Okezone)

Awal tahun 2022 masyarakat Indonesia dibuat panik dengan naiknya harga minyak goreng secara terus menerus. Kenaikan harga minyak goreng baik curah maupun kemasan secara bertahap mulai dari Rp.15.000/liter hingga sekarang mencapai Rp.19.000 - Rp. 20.000-an/liter.

Kenaikan harga minyak goreng secara terus menerus ini semakin menambah beban masyarakat menengah ke bawah. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, itulah yang dirasakan masyarakat saat ini. Pandemi Covid 19 yang sempat melumpuhkan ekonomi masyarakat dan belum usai, kini masyarakat dibuat semakin menderita dengan kenaikan harga minyak goreng. Seperti diketahui, minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok rumah tangga yang digunakan ibu-ibu untuk memasak sehari-hari.

Masyarakat golongan bawah hingga atas memerlukan minyak goreng baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk usaha. Kenaikan harga minyak goreng, tentunya akan memiliki dampak buruk terhadap ekonomi masyarakat. Januari 2022 lalu, BPS mencatatkan bahwa kenaikan minyak goreng menyumbang inflasi sebesar 0,01%.

Kenaikan harga minyak goreng ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang turut mempengaruhi. Salah satu faktor yang menyebabkan harga minyak goreng naik adalah naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit dunia. Naiknya harga CPO di pasar internasional turut berpengaruh terhadap harga minyak goreng dalam negeri. Sungguh ironis, Indonesia sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar nomor satu dunia tidak bisa mengendalikan harga minyak goreng dalam negeri.

Seharusnya pemerintah bisa mengendalikan harga minyak sawit dalam negeri untuk konsumsi rumah tangga tanpa harus terpengaruh oleh harga CPO dunia. Kabar yang beredar dikatakan juga bahwa kenaikan CPO dipicu hasil panen sawit yang menurun, sedangkan disisi lain permintaan minyak sawit dalam negeri terus naik. Permintaan minyak sawit dalam negeri yang tinggi ini untuk memenuhi salah satu program pemerintah, Program Mandatori Biodisel 30% (B30). B30 merupakan program pemerintah dalam pembuatan bahan bakar yang berasal dari minyak nabati.

Nah, minyak nabati untuk biodisel itu sumber utamanya berasal dari minyak sawit. Dengan demikian, selain karena faktor harga CPO dunia naik, program B30 pemerintah ikut “bertanggungjawab” terhadap kenaikan harga minyak goreng nasional.  Alangkah lebih bijaknya, pemerintah menghentikan sementara program B30 ini agar harga minyak sawit dalam negeri bisa benar-benar stabil.

Kenaikan harga minyak goreng memicu kepanikan di masyarakat beberapa waktu ini. Kelangkaan minyak goreng terjadi merata dihampir seluruh Indonesia. Kalaupun ditemui minyak goreng curah maupun kemasan sudah dipastikan harga yang didapat sangat tinggi. Tentunya ini semakin membebani masyarakat menengah bawah. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berusaha mencarikan solusi untuk mengatasi tingginya harga minyak goreng di pasaran.

Sekitar pertengahan bulan Januari 2022, Kementerian Perdagangan menyalurkan sekitar 1,2 M liter minyak goreng kepada masyarakat. Penyaluran minyak goreng ini dimaksudkan untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng dan menjaga kestabilan harga. Kementerian Perdagangan mematok harga eceran minyak goreng sebesar Rp. 14.000/liter. Sebenarnya harga minyak goreng Rp.14.000/liter masih tergolong mahal apabila dibandingkan harga minyak goreng negara jiran Malaysia. Harga minyak goreng di Malaysia saat ini hanya sekitar RM 2,5/liter atau setara Rp. 8.500/liter. Harga yang jauh lebih rendah dibandingkan di Indonesia.

Subsidi dari kerajaan merupakan kunci utama murahnya harga minyak goreng di Malaysia. Bagaimana dengan Indonesia? Kebijakan subsidi minyak goreng di negara kita baru dilakukan baru-baru ini setelah terjadi kenaikan harga minyak goreng terus menerus. Pemerintah menetapkan harga minyak goreng sebesar Rp. 14.000/liter. Namun kebijakan ini belum berjalan secara maksimal mengingat belum ada regulasi yang jelas tentang subsidi minyak goreng di Indonesia. Harga minyak goreng Rp. 14.000/liter belum sepenuhnya dinikmati semua lapisan masyarakat.

Kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng dipasaran ternyata belum dapat mengatasi kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di pasaran. Kebijakan pemerintah memberi bantuan subsidi harga minyak goreng terbatas pada toko ritel/minimarket/swalayan. Harga minyak goreng di pasar tradisional masih tetap tinggi. Hal ini dikarenakan pedagang di pasar tradisional memperoleh harga minyak goreng dengan harga tinggi pula. Jika harga minyak goreng yang dijual diturunkan, pedagang di pasar tradisional akan mengalami kerugian. Masyarakat yang ingin mendapatkan harga minyak goreng subsidi pemerintah harus pergi ke toko swalayan/minimarket. Itupun masyarakat dibatasi membeli maksimal 2 liter, karena jumlah minyak goreng yang sangat terbatas.

Tidak jarang pula masyarakat menelan kekecewaan karena stok minyak goreng murah dari pemerintah sudah habis karena berebut dengan yang lainnya. Bahkan beberapa toko ritel/swalayan/minimarket menerapkan kebijakan bahwa untuk mendapatkan harga minyak goreng subsidi pemerintah, masyarakat diharuskan membeli produk lain dengan nominal tertetentu. Tentunya persyaratan ini semakin menambah beban, karena kebutuhan masyarakat saat yang paling mendesak saat ini adalah minyak goreng bukan barang lain.

Kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng dipasaran beberapa waktu ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mengeruk keuntungan. Subsidi minyak goreng dari pemerintah tidak mampu meredam tingginya harga minyak goreng di pasaran. Pelaku penimbunan minyak goreng kemasan ini banyak dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari toko ritel hingga individu. Tidak main-main, pelaku penimbunan minyak goreng bahkan ada yang menimbun hingga 24 ton di Banten. Lebih parah lagi ada salah satu perusahaan besar di Deli Serdang - Sumatera Utara melakukan penimbunan minyak goreng sekitar 1,1 juta kilogram.

Secara etika, pelaku penimbunan minyak goreng ini sangat melukai masyarakat di tengah kelangkaan dan harga minyak goreng yang tak kunjung stabil. Pemerintah harus segera turun tangan untuk mengatasi permasalahan ini.

Islam Melarang Penimbunan

Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa penimbunan minyak goreng di tengah kelangkaan dan tingginya harga membuat masyarakat semakin terbebani. Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam semesta jelas melarang kegiatan penimbunan barang. Penimbunan barang akan mendatangkan mudharat , sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah, “Hikmah terlarangnya menimbun barang karena dapat menimbulkan mudharat bagi khalayak ramai” (Syarah Shahih Muslim, 11:43). Menimbun barang juga akan merugikan pelakunya karena akan mendapatkan dosa.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda “Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa” (HR. Muslim No.1605).

Solusi Islam Mengatasi Kelangkaan dan Kenaikan Harga

Faktor pemicu kenaikan dan kelangkaan minyak goreng dewasa ini diketahui karena faktor harga minyak sawit dunia yang tinggi serta adanya program pemerintah B30 yang memaksa konsumsi minyak sawit yang cukup besar. Lebih dari itu, pemicu kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di masyarakat disebabkan oleh “ketidakberesan” pemerintah dalam mengelola dan mengendalikan harga minyak sawit dalam negeri.

Ketidakberesan inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mengeruk keuntungan di tengah penderitaan masyarakat yang kesulitan mendapatkan minyak goreng. Sangat disayangkan, sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, negara kita justru mengalami kelangkaan dan tingginya harga minyak sawit. Islam meberikan jalan keluar.

Pemerintah harus turun tangan ke lapangan untuk melakukan pengawasan secara serius agar tidak terjadi permainan harga dan penimbunan minyak goreng. Apabila terjadi kelangkaan suatu barang, pemerintah harus segera mencarikan solusi agar tidak semakin langka dengan cara mencari supply dari daerah lain. Kebijakan pemerintah yang pro rakyat hendaknya diutamakan demi kesejahteraan umum.

Oleh: Fitrianto, M.E.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga

Editor : Muhammad Andi Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut