ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ۗ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۗ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّا بٌ رَّحِيْمٌ
yaaa ayyuhallaziina aamanujtanibuu kasiirom minazh-zhonni inna ba'dhozh-zhonni ismuw wa laa tajassasuu wa laa yaghtab ba'dhukum ba'dhoo, a yuhibbu ahadukum ay ya-kula lahma akhiihi maitang fa karihtumuuh, wattaqulloh, innalloha tawwaabur rohiim
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang."(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12).
Al-Qur‟an diturunkan untuk memecahkan problem-problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan solusi yang bijaksana, karena All-Quran diturunkan oleh yang Mahabijaksana dan Maha Terpuji. Di dalamnya terdapat banyak hikmah yang dijadikan sumber utama atau landasan bagi umat Islam, yang mana landasan ini akan senantiasa mengikuti peredaran zaman.
Dalam konteks Al-Quran Allah Swt menjadikan manusia dengan berbangsa-bangsa, bersuku-suku agar mereka saling mengenal (ta’arafu) diantara satu dengan lainnya, dan Allah tidaklah melihat dari bangsa apa yang dipandang tinggi oleh Allah swt, akan tetapi Dia Allah Swt akan melihat dari ketaqwaannya.
Ketika dilihat dari sudut pandang ibadah manusia, Allah swt juga amat menitik beratkan pada hal yang berkaitan dengan tatanan sosial atau kemasyarakatan, dengan mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan Allah swt dan Rasulullah. di dalam al-Qur‟an, antaranya adalah menjauhi segala sangkaan buruk (su‟uzhan), mencari-cari kesalahan (tajassus), menceritakan aib saudaranya, yang pasti akan menyakiti hati orang yang mendengar. Kedua sifat tersebut tergolong sifat tercela yang amat dibenci dan dilarang Allah Swt dan Rasul-Nya. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa mencari-cari kesalahan saudaranya, maka Allah Swt akan menampakan kejelekannya (HR. Bukhari)
Dalam Konteks ini ada satu Riwayat dalam Hadis Nabi apabila ada lalat yang menghinggapi tempat minum atau makanan, maka tenggelamkanlah seluruh bagian (tubuh) lalat itu (terlebih dahulu), baru kemudian buanglah lalat tersebut. Karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya mengandung obat dan pada sayap yang lain mengandung penyakit (HR. Bukhari).
Pada tulisan kali bukan untuk mengupas tuntas arti hadis Rasulullah Saw tersebut, lalat termasuk dalam kelas Insecta dan ordo Diptera. Hewan ini bisa terbang 8 km per jam, dan juga hidup dalam kurun waktu 30-60 hari ini, kerab menyusahkan manusia, Jika terkurung di ruangan lalat bikin bising dan akan berputar-putar nggak jelas. Lalat tak suka kebersihan, senang sekali dengan sampah, lalat senang pada tempat-tempat yang kotor dan tempat-tempat yang menjijikan.
Sesungguhnya hewan bernama lalat ini dapat juga digunakan dalam perumpamaan orang yang juga suka demikian diatas. Hewan kecil lalat ini dipakai sebagai tamsil buat orang yang gemar dan sibukkan dirimya mencari kesalahan atau keburukan orang lain. “ sesungguhnya seburuk-buruk manusia adalah yang sibuk mencari dan mengurusi kesalahan orang lain, ibarat seekor hewan lalat ini, ia gemar dan senang mencari-cari tempat yang kotor dan menjijikan,” diibaratkan lagi “Orang yang suka mencari-cari kesalahan dan keburukan orang lain, ibarat lalat yang suka terbang untuk mencari nanah dan luka yang busuk.”
Orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain dengan tujuan untuk membongkar noda seseorang dan mempermalukannya, disebut tajassus (bahasa Arab). Bahasa Indonesianya ‘gibah’. Islam melarang umatnya gibah, haram hukumnya, gibah termasuk cabang kemunafikan, gibah itu laksana manusia yang memakan daging saudaranya yang sudah mati, padahal ia tahu bahwa ha itu sangat menjijikan.
Gibah merupakan sifat tercela, sifat yang amat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Salah satu pekerjaan yang paling mudah di dunia memang mencari kesalahan orang lain. Sesunggunya suka gibah biasanya menjadi sifat si pemalas dan suka berburuk sangka pada orang lain, ‘hidup ingin senang, makan ingin kenyang, tidur ingin nyenyak, tapi maunya cuma ongkang-ongkang dirumah dan tak mau banting tulang.
Sesungguhnya orang senang gibah bukan ciri orang berhasil. Karena hanya orang gagal yang suka mencari kesalahan dan kebuntuan. Sementara, orang sukses senantiasa menemukan jalan untuk menggapai impiannya. Orang suka gibah adalah orang bermasalah, mengalami gangguan kepribadian (antisocial personality disorder) Orang suka gibah tak akan merasa bersalah atas tindakannya yang kurang menyenangkan yang dilakukannya ke orang lain. Orang suka gibah adalah orang yang tak suka kebenaran. Senang mencari pembenaran. Namun, walau merasa benar, ia tak akan terlihat benar. Orang gibah tahu dan paham intropeksi diri, tapi tak mengerti benar apa itu bercermin diri. Orang suka gibah adalah orang bebal, karena orang cerdas lebih sering berintropeksi diri dibanding mencari-cari kesalahan orang lain.
Apapun profesi kita, hendaknya jangan sampai menjadikan diri kita suka gibah. Karena orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain, hatinya akan buta, hati akan mati, badannya akan merasa letih, dan akan sulit baginya meninggalkan keburukan diri sendiri.
Sedangkan istilah kritikus pada umumnya merujuk kepada seseorang yang memiliki keahlian dalam menyampaikan pertimbangan, melakukan pengkajian dan pembahasan tentang baik atau buruknya sesuatu. Dalam menyampaikan gagasannya dengan cara bijakasana, tidak menjustifikasi didepan orang banyak, kritikus biasanya menuangkan dalam tulisan, tapi kadang juga disampaikan melalui diskusi, seminar, atau wawancara dan lain sebagainya.
Dalam Islam larangan tajassus bukan melarang untuk mengkritik membangun atau tanggapan, atau pertimbangan baik buruk terhadap sesuatu, pendapat, dan sebagainya, maka orang yang suka mengkritik dan memberikan pertimbangan baik buruk sesuatu adalah kritikus.
Semoga Allah Swt senantiasa membimbing dan menuntun langkah-langkah kita pada jalan kebenaran, dijauhkan dari sifat tajassus, padahal kita tahu bahwa hal tersebut dilarang Allah dan Rasulullah. Dengan iringan doa semoga Allah Swt menjadikan aktifitas kita dengan kebaikan-kebaikan dan setiap langkah-langkah kita senantiasa mendapat rida-Nya. Amin.
Oleh: Dr. H. Mukh Nursikin, M. SI.
(Dosen Pascasarjana UIN Salatiga, Pengasuh PP Annur Pabelan Kab Semarang).
Editor : Muhammad Andi Setiawan