Masa Mentruasi atau masa Haid pasti akan selalu dialami oleh para muslimah, kemudian setelah melahirkan pun mereka akan mengalami nifas selama 40 hari.
Nah, bagi perempuan Muslim ada beberapa larangan ibadah ketika sedang haid dan nifas. Apa saja ibadah tersebut? Berikut tujuh di antaranya, sebagaimana dikutip dari buku 'Bimbingan Islam untuk Hidup Muslimah' karya Dr Ahmad Hatta MA dan kawan-kawan:
1. Berjimak atau hubungan intim suami istri.
2. Melaksanakan sholat fardhu dan sunah. Tidak diwajibkan pula mengqadha (mengganti) pada hari tidak haid/nifas.
3. Berpuasa. Jika seorang perempuan mengalami haid atau nifas pada bulan Ramadan, maka harus mengqadha atau mengganti puasa yang ditinggalkannya di hari-hari lainnya.
4. Menyentuh, memegang, dan membawa mushaf kitab suci Alquran. Ini disebabkan keadaan perempuan itu sedang mengalami keluarnya najis yaitu keluarnya darah kotor.
5. Thawaf di Kakbah.
6. Berdiam diri di masjid, kecuali hanya melintas. Hal ini dikhawatirkan darah haid akan tembus dan mengotori masjid, karena pada dasarnya darah hukumnya najis.
7. Tidak boleh dijatuhi talak saat sedang haid dan nifas.
Tujuh poin di atas adalah larangan-larangan bagi perempuan yang sedang haid dan nifas. Namun bagaimana jika dalam keadaan darurat? Misalnya, perempuan tersebut sedang menghafal Alquran.
Pengasuh Pondok Pesantren Darut Tauhid Krejengan, Kabupaten Probolinggo, KH Mohammad Syakur (Gus Dewa) mengatakan ada beberapa pendapat, yakni solusinya ketika sedang darurat.
"Maka solusinya, jika dia niat baca Alquran tidak boleh. Tapi ada beberapa solusi dari para ulama," jelasnya dalam tayangan di kanal YouTube Gus Dewa Menjawab.
Menurut dia, solusinya ada dua:
1. Hukumnya mubah atau boleh, asal diniatkan untuk menjaga hafalan atau zikir karena kebanyakan ulama sudah memperbolehkannya. Lalu jangan sampai mengeluarkan suara, sehingga dianggap memang sedang tidak membaca Alquran.
"Diniati untuk baca Alquran sebenarnya gak apa-apa, asal jangan ada qiroah (suara). Seperti dianggap tidak membaca Alquran. Tapi kalau diniatkan dua-duanya enggak boleh," ujarnya.
وَتَحْرُمُ قِرَاءَةُ القُرْآنِ عَلَى نَحْوِ جُنُبٍ بِقَصْدِ القِرَاءَةِ وَلَوْ مَعَ غَيْرِهَا لَا مَعَ الِإطْلَاقِ عَلَى الرَّاجِحِ وَلَا بِقَصْدِ غَيْرِ الْقِرَاءَةِ كَرَدِّ غَلَطٍ وَتَعْلِيمٍ وَتَبَرُّكٍ وَدُعَاءٍ - عبد الرحمن باعلوي، بغية المسترشدين، بيروت-دار الفكر، ص.
Artinya: "Dan haram membaca Alquran bagi semisal orang junub dengan tujuan membacanya walaupun dibarengi dengan tujuan lainnya, dan menurut pendapat yang kuat tidak haram baginya bila memutlakkan tujuannya. Dan juga tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya (Alquran) seperti membenarkan bacaan yang keliru, mengajarkannya, mencari keberkahan dan berdoa." (Abdurrahman Ba’alwi, Bughyah al-Mustarsyidin, Bairut-Dar al-Fikr, halaman 52)
2. Kemudian menurut pendapat Imam Malik. Gus Dewa mengatakan mungkin bisa dijadikan rujukan di berbagai santri putri di seluruh Nusantara. Ketika darahnya keluar banyak, itu boleh. Kenapa? karena kondisinya sedang darurat.
"Itu sama dengan ketika sampean sedang berada di tengah padang pasir di tengah hutan, enggak nemu makanan yang ada cuma bangkai, itu boleh dimakan."
Wallahu a'lam bishawab.
Editor : Muhammad Andi Setiawan