Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ
Qul innamaaa ana basyarum mislukum yuuhaaa ilayya annamaaa ilaahukum ilaahuw waahid, fa mang kaana yarjuu liqooo-a robbihii falya'mal 'amalang shoolihaw wa laa yusyrik bi'ibaadati robbihiii ahadaa
"Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahf 18: Ayat 110)
Segala puji hanyalah milik Allah semata. Dialah yang melimpahkan rahmat dan pertolongan kepada kita, sehingga kita tidak termasuk hamba-hamba yang tersesat dan disesatkan dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa risalah addin sebagai petunjuk manusia, agar selamat dunia dan akhirat.
Riya menurut etimologi berasal dari kata Arriyaa'u yang memiliki arti memperlihatkan atau pamer. Riya merupakan suatu perbuatan yang memperlihatkan sesuatu, baik barang atau perbuatan baik, dengan tujuan agar dilihat oleh orang lain untuk mendapat pujian atau sanjungan.
Dalam konteks ini ketika kita mengerjakan ibadah/amal lainnya agar mendapatkan pujian/sanjungan dari orang lain, haruslah dihindari setiap Muslim. Sebab, terkadang pujian/sanjungan yang diterima terkadang membuat terlena dan sombong hingga besar kepala. Bahayanya lagi, pujian itu bisa membuat manusia lupa akan Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan dan anugerah. Karena hal ini bisa mengarah kepada perbuatan syirik tersembunyi (syir).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan bahwasanya ada seseorang yang datang kepada Rasulullah SAW., ia berkata “Wahai Rasul, sesungguhnya aku sewaktu-waktu melakukan amal kebaikan dengan niat karena Allah, namun sementara itu aku juga ingin agar amalku/ibadahku dilihat oleh orang lain.” Mendengar pernyataan ini Rasulullah SAW pun terdiam, tidak memberikan jawaban sedikitpun sehingga Allah SWT. menurunkan QS al kahfi ayat 110 yang artinya“ Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Robb-nya maka hendaklah ia melakukan amal sholih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Robb-nya.” (QS. Al Kahfi [18]: 110)
Jika kita mendambakan kehidupan yang tenang dan bahagia, berjumpa dengan Allah SWT yang Maha, maka hendaklah kita menjauhi perbuatan syirik. Baik itu yang tergolong syirik besar maupun syirik kecil seperti riya’ atau berharap amal dilihat dan dipuji/disanjung orang lain. Karena sesungguhnya syirik merupakan kezholiman yang besar dan dosa. Hanya ibadah/amal kebaikan yang semata-mata karena Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Demikianlah syarat utama dari amal yang diterima oleh-Nya, yaitu syarat harus ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan syariat yang telah dituntunkan Rasulullah SAW.
Ketika manusia beramal kebaikan banyak dalam ukuran manusia, telah melakukan ibadah haji, ahli solat dan dzikir, ketika seseorang berdakwah kesana kemari dengan sangat fasih dan sangat lengkap dengan dalil-dalil Al Quran dan As Sunnah, namun jika di dalam hatinya yang ada adalah harapan agar dilihat dan dipuji/disanjung makhluk maka sia-sialah amalnya itu, bahkan bisa menyeretnya ke dalam neraka.
Demikianlah bahaya dari mencari penilaian makhluk. Padahal sehebat apapun manusia memuji kita, sebesar apapun manusia memberi penghargaan kepada kita, semua itu tidak ada-apanya dibandingkan dengan penilaian hakiki dari Allah SWT. Apa artinya penilaian makhluk jika di hadapan Allah kita tidak berharga, apa artinya pujian makhluk jika dalam penilaian makhluk kita tidak terpuji. "Ketika kita mengharap dari makhluk maka kita tidak akan dapat apa-apa, Sedangkan barangsiapa yang mendapat kedudukan tinggi di hadapan Allah, maka sesungguhnya ia akan mendapatkan derajat tinggi pula di hadapan seluruh makhluk".
Oleh karena itu, marilah kita beribadah dan beramal sholih tanpa sibuk memikirkan apakah orang lain melihat atau tidak, yang terpenting bagi kita adalah sibuk memikirkan apakah Allah ridha atau tidak. Jadikan penilaian Allah yang utama, jangan jadikan penilaian makhluk yang utama, karena akan merugikan.
Semoga kita termasuk orang-orang yang beribadah dan amal-amal kebaikan kita diterima oleh Allah SWT, diberikan kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiin yaa Robbal’aalamiin
Oleh: Dr. KH. Mukh Nursikin. M. Si
Dosen Pascasarjana IAIN Salatiga dan Pengasuh Pondok Pesantren Modern Annur Pabelan Kab Semarang
Editor : Muhammad Andi Setiawan